Oleh: Andi Sofyan Hasdam
Hari ini, Rabu 3 Mei 2023, Tenaga Ahli Utama Deputi Kantor Staf Presiden (KSP) RI Noch Trianduk Malissa diajak Wali Kota Bontang Basri Rase meninjau RSUD tipe D di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Api-Api, Bontang.
Kala peninjauan, Noch Trianduk Malissa langsung mengatakan rumah sakit tersebut tak layak, dibangun asal-asalan, bahkan dianggap pemborosan. Indikatornya, lantaran Unit Gawat Darurat (UGD) terletak di lantai 2.
Saya membuat catatan ini bukan karena saya mantan Wali Kota Bontang. Bukan pula karena saya suami dari dr. Neni Moerniaeni yang menjabat Wali Kota Bontang kala rumah sakit itu dibangun. Namun karena saya seorang dokter sudah beberapa kali menyambangi ke rumah sakit tersebut. Pun memberi sejumlah masukan ketika rumah sakit tersebut dibangun.
Ada dua hal yang memang menjadi catatan saya. Pertama, UGD memang sebaiknya berada di lantai satu. Yang kedua, agar membebaskan lahan bagian belakang untuk perluasan lapangan parkir. Penempatan UGD di lantai dua sebetulnya bukan kendala mutlak. Sebab dengan lift khusus, hanya perlu satu menit (sesuai hasil simulasi) untuk sampai ke lantai dua.
Sebetulnya keengganan Wali Kota Basri Rase mengaktifkan rumah sakit ini sudah terdengar dari awal. Kalau informasi itu benar, konon ada pihak yang melihat rumah sakit ini sebagai saingan.
Bagi saya, sah saja jika pejabat yang sedang berkuasa ingin membatalkan rumah sakit yang dibangun pendahulunya. Hanya saja dari segi etika pemerintahan tentu kurang terpuji karena yang membangun ini walikota dan bukan dr. Neni. Dan lebih aneh lagi bila bangunan ini digunakan sebagai perkantoran lain. Mengingat sejak awal bangunan ini dirancang sesuai penataan rumah sakit.
Menggunakan tangan orang lain untuk membatalkan penggunaan rumah sakit ini bukan pertama kali dilakukan. Sebelumnya melalui Kepala Dinas Kesehatan Bontang drg. Toetoek pernah menyewa konsultan dari FKM Universitas Airlangga (Unair). Kesimpulan dari tim tersebut bisa diduga: rumah sakit ini tidak layak. Tapi anehnya, ketika konsultan tersebut kami kontak, baik melalui sambungan telepon maupun WhatsApp, tidak pernah direspon. Dasar yang mereka gunakan gun mengatakan rumah sakit ini tidak layak sangat tidak berbasis keilmuan.
Bila mereka mengatakan pembangunan rumah sakit ini pemborosan karena sudah ada RSUD Taman Husada, berarti mereka ini tidak paham dengan sistem rujukan yang harusnya bisa di jelaskan oleh Kepala BPJS yang ikut dalam tim KSP tadi.
Tidakkah mereka melihat semua kota memiliki RS Kelas A/B dan juga memiliki RS tipe C/D. Apalagi ketika rumah sakit tipe D ini dibangun, Bed Occupancy Rate (tingkat hunian) RSUD Taman Husada hanya berkisar 35-40 persen.
Demikian penjelasan saya, yang sebetulnya sudah lama ingin saya sampaikan. Hanya kali ini, saya merasa sudah saatnya untuk dijelaskan agar masyarakat Bontang tidak ikut- ikutan mengatakan rumah sakit ini tidak perlu. Padahal jika rumah sakit ini berfungsi, sistem rujukan akan semakin baik dan pelayanan pasien pun pasti lebih terjamin.
Discussion about this post