Samarinda – Sistem zonasi dalam proses Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 kembali menuai sorotan. Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, menilai bahwa sistem berbasis domisili lebih realistis dan mudah dipahami oleh masyarakat dibandingkan zonasi murni, dan karenanya perlu dikaji ulang untuk menjamin pemerataan akses pendidikan di Kaltim.
Menurut Agusriansyah, sistem domisili yang diterapkan saat ini sudah mengalami penyesuaian dengan menambahkan parameter jarak tertentu antara rumah dan sekolah. Namun, ia menilai permasalahan bukan hanya terletak pada aturan teknis, tetapi juga minimnya sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat.
“Perubahan ini ada plus minusnya, tetapi yang paling utama itu sebenarnya sosialisasinya lebih diperpanjang,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menekankan bahwa kebijakan pendidikan harus berpijak pada analisis yang komprehensif, mencakup aspek hukum, sosial, dan filosofi kebangsaan. Ia menyitir Pasal 31 UUD 1945 sebagai dasar bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi.
“Kedepan itu ada satu sistem pola yang terintegrasi dalam menyelesaikan persoalan SPMB melalui analisis,” katanya.
Lebih jauh, Agusriansyah mengingatkan bahwa sistem penerimaan murid harus menjamin kesetaraan bagi semua anak bangsa, tak hanya di kota besar, tetapi juga di wilayah-wilayah pinggiran. “Generasi dalam menghadapi bonus demografi itu harus diberikan haknya untuk mencerdaskan generasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi,” tegasnya.
Permasalahan klasik seperti kekurangan guru dan keterbatasan ruang belajar juga mendapat sorotan. Ia mendorong pemerintah untuk merancang kebijakan fleksibel yang memungkinkan penambahan tenaga pengajar serta membangun ruang kelas representatif untuk menampung peserta didik yang kian meningkat.
“Tenaga pendidik harus dicari sistem kebijakan yang memperbolehkan menambah guru,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Agusriansyah juga mengusulkan penyediaan transportasi pelajar secara gratis sebagai solusi jangka pendek bagi siswa yang terpaksa bersekolah jauh dari rumah karena tidak tertampung di sekolah negeri terdekat.
“Peserta didik yang tidak diterima di sekolah terdekat dan diterima di sekolah yang jaraknya jauh itu harusnya pemerintah hadir menyediakan bis sekolah gratis,” tutupnya.(Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post