Inspirasa.co – “Our Power, Our Planet” menggema sebagai tema Hari Bumi tahun ini. Seruan mulia tentang kekuatan kolektif untuk menyelamatkan bumi. Tapi di Kalimantan Timur, yang terdengar justru jerit pilu korban lubang tambang dan deru mesin excavator yang tak pernah berhenti.
Angka 51 bukan sekadar statistik. Itu jumlah nyawa yang direnggut lubang-lubang menganga bekas tambang batubara sejak 2001. Kebanyakan anak-anak. Samarinda punya ratusan kubangan maut semacam ini, sementara seantero Kalimantan Timur mencatat puluhan ribu. Tak ada tanda peringatan. Tak ada pagar pengaman. Hanya diam dan kelalaian yang menyertainya.
Makroman bercerita dengan pilu. Kawasan yang dulu menjadi kebanggaan sebagai lumbung pangan Samarinda, kini menjelma ladang derita. Sawah-sawah yang dulu memberi kehidupan, kini terperangkap dalam dilema: banjir lumpur tambang saat hujan, kekeringan saat kemarau. Paradoks paling kejam? Petani terpaksa memanfaatkan lubang-lubang pembunuh itu untuk mengairi sisa sawah mereka.
“Lubang tambang ini bukan hanya sekadar lubang di tanah. Ia adalah simbol dari ketidakadilan, ketidakpedulian, dan Kebohongan besar industri ekstraktif yang terus diulang dari tahun ke tahun,” ucap aktivis XR Kaltim Bunga Terung dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Selasa (22/4/2025).
Klaim anggaran besar untuk pemulihan lingkungan hanya menjadi catatan kaki dalam laporan tahunan perusahaan. Di lapangan, yang ada hanya genangan air beracun yang semakin melebar, mengikis tanah, dan sesekali menelan korban baru.
Oleh karena itu, XR Kaltim Bunga Terung, IMAPA Unmul dan MAPALA UMKT mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam menuntut:
1. Menutup semua lubang tambang yang terbuka, dengan pengawasan ketat dan transparansi dari pemerintah dan masyarakat.
2. Penegakan hukum terhadap perusahaan tambang yang lalai dalam memenuhi kewajiban reklamasi dan keselamatan lingkungan.
3. Penghentian izin tambang baru di daerah yang rawan terhadap bencana ekologis.
Pendidikan dan kesadaran lingkungan, agar masyarakat mengetahui dampak eksploitasi sumber daya alam dan mampu menuntut hak-hak mereka.
XR Kaltim Bunga Terung pun menilai, jika tidak ada tindakan segera, tragedi akan terus berulang, nyawa yang direnggut akan bertambah banyak dan kerusakan ekosistem akan bertambah parah. XR Kaltim Bunga Terung menegaskan industri tambang dan pemerintah harus berhenti berbohong dan mulai bertanggungjawab.
“Hari Bumi 2025 adalah kesempatan untuk mengubah narasi dari sekadar peringatan menjadi momentum perjuangan. Samarinda tidak boleh terus menjadi saksi bisu dari kematian dan bencana akibat lubang tambang yang tak direklamasi,” tandasnya.
Discussion about this post