Inspirasa.co – Ada dua peristiwa yang perlu direspon KIKA. Pertama, intimidasi terhadap tiga mahasiswa UII yang sedang mengajukan uji materi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi.
Kedua, intimidasi yang mengancam keselamatan terhadap mahasiswa S2 UI, Sdr. YF, yang pula ASN di Kementerian Keuangan, usai terbit tulisan opininya, di detiknews.com (22 Mei 2025, 07.32), berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?”.
Ag, Ha, dan Id, tiga mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) yang menjadi pemohon uji formil Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan diintimidasi dari orang-orang tak dikenal (OTK), mengatasnamakan MK, dan juga dilakukan Babinsa (militer).
Mereka mendatangi tempat tinggal mereka dan menggali informasi pribadi (sumber: “Mahasiswa UII Penggugat UU TNI Diintimidasi Orang Tak Dikenal”, Tempo, 22 Mei 2025)
Sementara, YF, penulis opini, diserempet oleh dua pengendara motor dengan helm fullface setelah mengantar anaknya ke TK.
Beberapa jam kemudian dua pengendara motor dengan helm serupa, tapi motor berbeda, menendang jatuh motor Yogi di depan rumahnya. Karena ia memikirkan keselamatan istri dan dua anak kecilnya, terpaksa memohon pada Detik, agar tulisannya di take down.
Akhirnya, detikcom, menghapus artikel berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” Artikel yang tayang 22 Mei 2025 tersebut dihapus dengan alasan melindungi keselamatan penulis.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 (1), dijelaskan Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.
Selain itu dalam mekanisme hukum dan HAM di Indonesia, kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas, termasuk dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU No.12 Tahun 2005) sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, dan Pasal 13 Kovenan EKOSOB (ICESCR/Indonesia ratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005) sebagai bagian dari hak atas pendidikan.
Sehingga perenggutan, pendisiplinan, bahkan serangan terhadap mahasiswa termasuk masyarakat sipil yang ditandai dengan praktik militerisme membungkam kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik yang secara bersamaan disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia !.
Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan, bahwa intimidasi yang dilakukan terhadap mahasiswa yang sedang mendayagunakan pemikiran kritisnya, tak boleh sekalipun dibatasi apalagi direpresi dengan cara intimidasi yang mengancam keselamatannya.
Teror atas tulisan, pendapat, upaya konstitusional, harus didesakkan pertanggungjawabannya, diuji dalam mekanisme penegakan hukum yang adil nan lugas.
Atas dasar ini, KIKA menyatakan sikap
1. KIKA dengan tegas menyatakan bahwa apa yang dilakukan para korban intimidasi dalam kasus yang diuraikan di atas sudah dengan semestinya dipandang sebagai pemenuhan hak warga sipil untuk mengekspresikan pendapat dan merupakan bagian dari penggunaan kebebasan akademik dan sebab itu wajib mendapat perlindungan hukum konstitusional dan hak asasi manusia.
2. KIKA mendesak institusi kepolisian untuk memberikan perlindungan hukum dan tidak diam membiarkan aksi teror atau intimidasi terus dilakukan terhadap mahasiswa. Pihak kepolisian wajib menyidik dan menindak pelaku-pelaku intimidasi di atas yang menghalangi dan berupaya membungkam kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik warga sipil.
3. KIKA mendorong Komnas HAM untuk aktif mengusut kasus serangan intimidatif ini agar ada upaya edukatif dan progresif bagi penyelenggara kekuasaan berpihak pada kebebasan akademik, kebebasan berpendapat dan kebebasan ekspresi, sebagaimana mandat SNP No. 5 Tahun 2021.
4. KIKA memandang bahwa militerisme telah merusak tradisi berpikir kritis dan menggerogoti Negara Hukum demokratis, sehingga intimidasi atas kasus-kasus tersebut harus menjadi perhatian semua pihak, untuk dihentikan, dievaluasi dan dicegah untuk tidak terulang Kembali.
Demikian pernyataan ini disampaikan, semoga dapat menjadi perhatian semua pihak, khususnya bagi DPR-RI dan Pemerintah untuk memperhatikan masukkan dan suara masyarakat sipil yang menolak kembalinya perangai represif militer yang bertentangan dengan spirit pemajuan demokrasi dan perlindungan HAM, serta kebebasan akademik. Terima Kasih !
Jakarta/Bandung/Surabaya/Aceh/Papua/Yogyakarta/Samarinda 24 Mei 2025 Mewakili Organisasi.
Discussion about this post