Inspirasa.co – Ketua Komisi II DPRD Bontang Rustam soroti, persoalan sengketa kerjasama aktivitas kapal antara PT Gelora, dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang, lantaran telah berlangsung selama sepuluh tahun, namun hingga saat ini belum menemukan titik temu.
Diungkapkan Rustam, sengketa ini berakar dari pemberian wewenang oleh Pemkot Bontang kepada PT Bontang Transport selaku anak Perusahaan dari Perusahaan Umum Daerah Aneka Usaha dan Jasa (Perusda AUJ) untuk mengelola aktivitas kapal.
“Sengketa kerja sama kapal ini sebenarnya adalah milik Pemkot Bontang, namun tercatat di bagian aset sebagai aset yang terpisahkan dan dicatat di Perusda,” ujar Rustam di sekretariat DPRD Bontang.
PT Bontang Transport kemudian bekerja sama dengan PT Gelora sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan aktivitas kapal.
Namun dalam perjalanan kerja sama tersebut, PT Gelora merasa dirugikan lantaran kontrak kerja sama tersebut diputus secara sepihak. Ia pun melaporkan kasus ini ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan memenangkan gugatan tersebut, dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 32 miliar.
“Makanya muncullah tuntutan ganti rugi sebesar Rp 32 miliar, nilainya sangat fantastis,” timpalnya.
Politisi Partai Gokar ini pun meminta Pemkot Bontang untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian masalah ini. Mengingat persoalan ini sudah terlalu lama.
Sebelumnya, permasalahan ini dibahas dalam rapat mediasi terkait masalah sengketa kerja sama aktivitas kapal antara PT Gelora dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang.
“Apalagi ini keputusan resmi dan mengikat. Dan sebagai fasilitator, masalah ini harus diselesaikan dengan baik-baik untuk menghindari konflik lebih lanjut,” terangnya.
Menanggapi itu, Pemkot Bontang diwakili Sekretaris Daerah (Sekda) Aji Erlynawati menyatakan bahwa kapal tersebut memang merupakan aset Pemkot, namun tercatat sebagai aset yang terpisahkan dan sudah diserahkan serta dicatat di Perusda.
Dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 berkaitan dengan aset tersebut bukan lagi tanggungjawab pemerintah atau Wali Kota Bontang selaku Kuasa Pengguna Modal (KPM).
“Apalagi yang berkontrak ini bukan pemerintah, dan sesuai Perda bahwa ketika ada masalah hukum yang terjadi KPM Tidak bertanggung jawab. Yang harus menanggung resiko kedua belah pihak. Apalagi kapal ini aset yang dipisahkan. Kalau kita mau bantu juga tidak tahu pintunya lewat mana,” jelasnya. (Adv)
Discussion about this post