Inspirasa.co – Sidang sengketa perkara tapal batas Sidrap wilayah Bontang dan Kutim, terus berlanjut di Mahkamah Konstitusi (MK). Rabu (21/8/2024) di Jakarta.
Sidang gelar perkara, mendengarkan keterangan pihak terkait, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim), Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim), dan Pemkab Kutai Kertanegara.
Sidang gelar perkara dengan agenda pemeriksaan lanjutan Perkara Nomor 10/PUU-XXII/2024 ihwal pengujian Penjelasan Pasal 2, Pasal 7, Pasal 10 ayat (4), Pasal 10 ayat (5).
Serta lampiran 5 berupa peta wilayah Kota Bontang dalam UU 47/1999 terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.
Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik yang menghadiri sidang, meminta agar MK dapat mempertimbangkan bahwa penyelesaian sengketa Kota Bontang diserahkan kepada Pemprov Kaltim dengan memedomani Pasal 21-Pasal 29 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.
“Namun demikian apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya (ex aequo et bono),” Jelasnya.
Di hadapan para hakim konstitusi Akmal menjelaskan, pada Februari 2010 silam, Pemprov Kaltim telah menerima dari Pemkab Kutai Timur perihal penegasan usulan perluasan Kota Bontang yang menyatakan penolakan atas usulan perluasan Kota Bontang.
Akan tetapi menawarkan alternatif kepada Pemkot Bontang, berupa kerja sama pengelolaan wilayah yang mana model kerja sama akan dibicarakan lebih lanjut antarkabupaten/kota tersebut.
Kemudian, pada 16 September 2021, Bupati Kutai Timur menyampaikan surat perihal laporan tindak lanjut atas usulan perubahan batas Kabupaten Kutai Timur dengan Kota Bontang pada segmen Desa Martadinata yang ditujukan kepada Gubernur Kaltim.
Secara garis besarnya, surat Bupati Kutai Timur menyampaikan tidak ditemukan dokumen, peta, keterangan dan obyek lain terkait teknis penataan batas sebagai dasar perubahan batas daerah Kab Kutim dengan Kota Bontang.
Usulan sebagian masyarakat Kampung Sidrap Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutim yang ingin bergabung dengan wilayah Kota Bontang, lebih didasari oleh kondisi faktor ekonomi dan pelayanan yang lebih baik.
“Serta telah diselenggarakan Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Kutim yang hasilnya dituangkan dalam Nota Kesepakatan antara Pemkab Kutim dan DPRD Kabupaten Kutim,” Jelasnya lebih lanjut.
Akmal menambahkan, nota kesepakatan dimaksud, menerangkan bahwa dengan memperhatikan dokumen kajian teknis yang disusun oleh Pemkab KKutim tidak ditemukan urgensi atas perubahan batas antara Kabupaten Kutim dan Kota Bontang serta Pemkab Kutim, dan DPRD Kabupaten Kutim bersepakat menolak usulan Pemkot Bontang, terkait perubahan garis batas antara Kabupaten Kutim dan Kota Bontang pada segmen Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutim.
Selanjutnya Gubernur Kaltim menyampaikan surat pada 26 Oktober 2021 yang pada pokoknya mengusulkan perubahan Permendagri Nomor 25 Tahun 2005 tentang Penentuan Batas Wilayah Kota Bontang dengan Kabupaten Kutai Timur, dan Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur kepada Mendagri.
Beberapa hal yang disampaikan dalam surat tersebut antara lain, mengenai hasil kesepakatan rapat yang difasilitasi Pemprov Kaltim sesuai Berita Acara Fasilitasi terkait aspirasi masyarakat Dusun Sidrap Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutim untuk bergabung dengan Kota Bontang pada 3 Januari 2019 yang dihadiri Bupati Kutim, Walikota Bontang, Ketua DPRD Kutim, Ketua DPRD Kota Bontang, dan Gubernur Kaltim sebagai pimpinan rapat.
Dalam hasil rapat disebutkan bahwa Pemkab Kutai Timur dan Pemkot Bontang sepakat menindaklanjuti usulan Sidrap ± 164 Ha masuk ke wilayah Kota Bontang; terhadap areal sebagaimana di atas akan dilakukan penelitian lapangan oleh Tim Penegasan Batas Daerah (Tim PBD) Kabupaten Kutai Timur dan Tim PBD Kota Bontang didampingi Tim PBD Provinsi Kalimantan Timur paling lambat pertengahan Januari 2019; serta hasil penelitian lapangan sebagaimana poin 2 akan dituangkan dalam Berita Acara yang dijadikan dasar untuk Paripurna DPRD Kutai Timur.
Tindaklanjut Berita Acara 3 Januari 2019, penelitian lapangan sudah difasilitasi oleh Tim PBD Provinsi Kaltim sesuai dengan Berita Acara Pengambilan Data Lapangan di Dusun Sidrap Pada Lokasi Luasan 164 Ha tanggal 26 Juni 2019.
Pada 27 Juli 2023, Walikota Bontang dan Pimpinan DPRD Bontang sebagai Pemohon mengajukan uji materi terhadap Permendagri Nomor 25 Tahun 2005 ke Mahkamah Agung (MA) yang diterima di Kepaniteraan MA pada 28 Juli 2023 dan diregister dengan Nomor 33 P/HUM/2023 tanggal 1 Agustus 2023 yang memohon agar Permendagri Nomor 25 tahun 2005 dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku.
Namun berdasarkan Putusan Majelis Hakim Agung Nomor 33 P/HUM/2023 permohonan Pemohon ditolak.
Selain Pj Gubernur Kaltim, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman juga menyampaikan langsung keterangannya di sidang hari ini.
Menurut Ardiansyah, RT 19, RT 20, RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, dan RT 25 masuk wilayah dari RT 1, RT 11, RT 12, RT 13, RT 14, RT 16, RT 17, dan RT 19 serta telah tercatat dalam administrasi kependudukan Desa Martadinata Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutai Timur.
Sehingga secara langsung dia membantah pengakuan para Pemohon agar RT 19, RT 20, RT 21, RT 22, RT 23, RT 24, dan RT 25 sebagai bagian dari wilayah Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang dan Desa Sekambing sebagai bagian dari wilayah Kecamatan Bontang Selatan.
Perintah Pencabutan Permohonan
Di sisi lain, Ketua MK Suhartoyo menyinggung adanya wacana untuk pencabutan permohonan yang mencuat dalam persidangan.
Kuasa hukum para Pemohon, Heru Widodo mengatakan, saat selesai sidang terakhir di Mahkamah, Wali Kota Bontang selaku Pemohon I mendapatkan surat perintah dari Mendagri untuk mencabut permohonan ke MK ini.
Beberapa hari kemudian, pada 6 Agustus 2024, Wali Kota Bontang bersurat kepada tim kuasa hukumnya untuk segera melakukan pencabutan permohonan.
Namun, kata Heru, pihaknya akan melakukan pencabutan apabila diajukan bersama-sama dengan pimpinan DPRD yaitu Ketua serta Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II sebagai Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV.
Sebab, ketika mengajukan permohonan ini pun, para Pemohon memutuskan untuk mengajukan permohonan ke MK dalam rapat paripurna DPRD Kota Bontang dan Wali Kota Bontang.
“Dalam hal ini kami konfirmasi ke pimpinan DPRD, salah satunya ada di sini Pak Agus Haris Pemohon IV DPRD Kota Bontang tidak mendapatkan surat yang sama seperti itu untuk mencabut, sehingga sampai dengan hari ini belum melakukan paripurna Yang Mulia,” kata Heru.
Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan, sidang untuk perkara ini ditunda hingga Senin, 2 September 2024 pukul 10.30 WIB. Dalam sidang selanjutnya, Mahkamah akan mendengarkan keterangan dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara. (HUMAS MKRI)*
Discussion about this post