Inspirasa.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bontang mengadakan rapat penting mengenai kawasan industri, di sekretariat DPRD Bontang, Senin (8/7/2024).
Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris, didampingi oleh Maming dan Bakhtiar Wakkang.
Juga turut dihadiri berbagai pihak, meliputi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Pihak Pertanahan Kota Bontang, dan Lurah Bontang Lestari.
Dalam rapat tersebut Agus Haris mengungkapkan kekecewaannya karena DLH Provinsi tidak bisa hadir, padahal kehadiran DLH Provinsi sangat penting dalam membahas isu-isu lingkungan yang berkaitan dengan proyek industri di Bontang.
Salah satunya, terkait laporan warga yang mempertanyakan kapan proyek di daerah Sekambing bisa terlaksana.
“Mereka bertanya kepada kami, kapan proyek tersebut akan berjalan di daerah Sekambing. Karena sudah lama ditunggu-tunggu. Saya pun kaget dan mencari informasi lebih lanjut. Saya menemukan surat undangan rapat komisi yang membahas dokumen AMDAL dan RPL pada 3 April 2024,” ujarnya.
Menurut AH sapaan akrabnya mengatakan, bahwa terkait proses pembebasan lahan di kawasan industri selama ini hanya dibahas melalui rapat virtual, sehingga dinilai tidak efektif dan kurang transparan. Bahkan ada salah satu area yang pembahasan sudah sangat jauh tanpa sepengetahua legislatif.
“Bayangkan, kawasan industri hanya dibahas melalui rapat daring, tanpa sepengetahuan kami, kemudian suatu kawasan diputuskan hanya melalui daring,” timpalnya
AH pun mempertanyakan siapa yang mewakili masyarakat dalam rapat tersebut. “Saya tanya siapa yang mewakili? Disebutlah Pak Zaenal, Ketua RT 15. Beliau yang mewakili masyarakat Bontang Lestari. Nah, yang menyetujui kawasan itu hanya satu orang. Itukan tidak masuk akal,” terangnya.
Ia pun menekankan pentingnya memahami Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2019 tentang tata ruang, yang menyebutkan bahwa beberapa area di Bontang Lestari memang dialokasikan sebagai kawasan industri. Dan harus memahami dasar penetapan harga di daerah tersebut sebagai bentuk perlindungan masyarakat.
“Ada salah satu dari masyarakat. Mereka punya 1 hektar lahan yang dibayar 100 juta, itu tidak sampai berbulan-bulan habis. Kayak beli kacang saja,” terangnya.
Dirinya pun meminta agar transparansi dan keadilan dalam proyek kawasan industri bisa diutamakan.
“Dewan berupaya untuk melindungi hak-hak masyarakat setempat dan memastikan bahwa proses pembebasan lahan dilakukan secara adil dan transparan. Dengan demikian, diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam pengelolaan kawasan industri di Bontang serta memberikan kepastian dan perlindungan bagi masyarakat,” tandasnya. (Adv)
Pewarta: Yayuk
Discussion about this post