Inspirasa.co – Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, mengaku kurang puas dengan hasil peninjauan lapangan tapal batas Kampung Sidrap. Senin (11/8/2025).
Persoalan ini, kata dia, sejatinya hanya berfokus di 7 RT Kampung Sidrap, namun ketika mediasi, justru melebar ke wilayah lain di Kecamatan Teluk Pandan, Kutim.
Wali Kota Neni menjelaskan, yang pihaknya perjuangkan saat ini hanya wilayah 7 RT di Kampung Sidrap, RT 19 hingga RT 24, dengan luasan 164 hektar.
Wilayah itu diperjuangkan, lantaran sebelumnya pun merupakan wilayah Bontang. Namun, usai terbitnya Permendagri tahun 2005, tiba-tiba jadi wilayah Kutim.
Hal ini kemudian membuat Pemkot Bontang tak bisa melayani secara maksimal warganya yang bermukim di sana.
“Kita tidak bicara Teluk Pandan, tapi Sidrap 7 RT. Yang tadi wakil-wakil itu (perwakilan yang berbicara depan Gubernur), kepala dusun Teluk Pandan, apa yang bukan masuk yang kita inginkan. Martadinata, kan, luas. Yang kami inginkan hanya 164 hektar yang ada di 7 RT (Kampung Sidrap),” kata Wali Kota Neni usai mengikuti peninjauan lapangan.
Wali Kota Neni bilang, Pemkot tak bisa melayani warganya di Kampung Sidrap sebab kebijakan harus berdasarkan geospasial.
Pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan bisa diberikan, tapi sangat terbatas. Sementara dari Kutim pun perhatian masih sangat minim. Inilah yang menjadi dasar Pemkot membawa persoalan tapal batas ke MK, agar warga terlayani secara maksimal.
“Yang kami perjuangkan ini yang paling dekat, di depan mata. Kasihan kalau mereka tidak diperjuangkan. Dibandingkan luas wilayah Kutim yang lebih dari tiga juta hektare, kami hanya minta 164 hektare saja,” tandasnya.
Bupati Kutai Timur, Ardiansyah, tetap mengambil sikap untuk tidak melepaskan Kampung Sidrap masuk wilayah Bontang.
“Ibu wali kota bermohon, bupati Kutai Timur menolak. Itu yang saya sepakati,” tegasnya.
Ardiansyah mengaku Pemkab Kutim wajib menjalankan Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat, khususnya untuk Desa Martadinata, terkhusus lagi Dusun Sidrap.
Sebagai informasi, dalam peninjuan lapangan di Desa Martadinata, Gubernur Kaltim turut didampingi kepala daerah dua wilayah, Bontang dan Kutim.
Perwakilan warga ikut hadir untuk dimintai keterangan, namun sebagian besar yang memberikan atau kesaksian keterangan justru datang dari mereka yang memiliki jabatan di pemerintahan– semisal kepala desa, kepala dusun atau ketua LPM Kutim.
Dari pantauan di lokasi, dari sekitar 11 warga yang dimintai keterangan, hanya ada dua perwakilan warga Kampung Sidrap yang diperkenankan bicara, yakni Ketua RT 2R Edi Setiawan dan Ketua Forum 7 RT Kampung Sidrap, Yohanes.
Sisanya justru datang dari daerah lain di Kecamatan Teluk Pandan, dan yang berbicara justru pejabatanya– kepala desa. Padahal objek sengketa hanya wilayah 7 RT Kampung Sidrap, bukan daerah lain.
Penulis: Fitri Wahyuningsih
Discussion about this post