Inspirasa.co – Setelah vakum dua tahun usai dihantam pagebluk Covid-19, geliat bisnis konser musik di sejumlah daerah di Kaltim kembali bergairah. Ambil contoh di Samarinda, Balikpapan, Kutai Kartanegara hingga Kutai Timur. Di ke empat daerah tersebut, EO berhasil menggelar festival musik dengan menggandeng artis papan dan dibanjiri ribuan audience.
Namun kondisi serupa tak terlihat di Bontang. Sejak pemerintah memberi kelonggaran awal 2022 ini, hanya festival tahunan seperti expo yang kembali digelar. Konser musik tetap ‘mati suri’. Sebenarnya apa kendala EO untuk menggelar konser musik di Bontang?
Pendiri Bekesah Entertaiment Ahmad Nugraha membenarkan, pasca pandemi Covid-19 ini festival terlebih konser musik memang jarang digelar di Bontang. Sejumlah kendala dihadapi, yang membuat kegiatan sulit terlaksana. Terutama, sulitnya mencari sponsor, kurangnya edukasi soal tiket konser, hingga benturan regulasi di daerah.
Pria yang akrab disapa Nugrah itu menjelaskan, penggiat event sejatinya sangat ingin membuat gebrakan. Hanya saja mereka terkendala anggaran. Mengingat untuk menghadirkan artis kenamaan dibutuhkan dana tak sedikit. Jalan pintas mengatasi persoalan ini dengan mencari dukungan sponsor. Dan untuk konser musik, umumnya didukung produsen rokok. Berat berharap pemerintah.

“Selain perusahaan yang undang artis, brand rokok juga salah satu penyumbang event, mereka bahkan siap bawa artis,” beber Nugrah belum lama ini.
Jadi soal, sebutnya, untuk bekerjasama dengan produsen rokok, penggiat EO terkendala regulasi, tepatnya Peraturan Daerah Kota (Perda) Bontang Nomor 5 tahun 2012 tentang kawasan tanpa asap rokok.
Secara eksplisit regulasi itu mengatur soal kawasan mana saja terbatas dari asap rokok, larangan iklan rokok hingga petunjuk larangan asap rokok.
Sebagai entitas bisnis, produsen rokok tentu melakukan kalkukasi untung rugi. Mereka tak mungkin menjadi sponsor sebuah kegiatan bila tak memberi keuntungan.
“Regulasi yang ada bagus saja. Cuma kalau bisa jangan terlalu saklek. Toh Perda rokok juga bisa dibilang mandul dalam penerapan,” ungkapnya.
Kedua, kurangnya edukasi publik soal pembelian tiket. Nugrah menyebut publik Kota Taman masih ‘ogah’ membayar untuk karya seni, seperti musik. Dia mensinyalir, ini terjadi lantaran publik terbiasa menikmati konser musik yang disajikan pemerintah atau perusahaan secara gratis. Itu tidak salah, namun publik mesti paham bahwa ada harga yang mesti ditebus buat menikmati karya seni.
“Akhirnya muncullah anekdot kalau ada yang gratis kenapa harus bayar. Padahal seni itu mahal,” ungkap pria 29 tahun ini.
Sementara itu, inisiator festival musik WaveBxt Rury mengatakan, kendala paling berat dihadapi pihaknya ialah soal ketersediaan kawasan yang representatif dan minimnya dukungan. Baik dari otoritas daerah dan sponsor lain.
Menurut Rury, cukup sulit mencari lokasi pas untuk festival atau konser musik di Bontang. Walau pemerintah memiliki beberapa fasilitas publik, namun sangat sulit dan berbelit izin jika ingin dimanfaatkan.

“Bagi kami, mengurus ini itu ke pihak terkait sangat membuang waktu. Kami di Bontang ini seperti ‘dituntut’ mandiri,” sebutnya ketika dihubungi Inspirasa.co belum lama ini.
Kendala lain, seperti halnya Nugrah bersama Bekesah Entertaiment: susah menggaet sponsor. Bagi Rury, penggiat EO di Bontang seperti diminta bekerja secara mandiri. Berat berharap pemerintah. Maka untuk gelar kegiatan, mereka mesti cari sponsor lain, baik personal atau dari perusahaan.
Kendati tak menyebut secara eksplisit, Rury mengisyaratkan festival dan konser musik kerap didukung produsen rokok. Namun sulit menarik mereka ke Bontang karena terkendala regulasi.
“Regulasinya tidak perlu direvisi. Kami sponsori sendiri festival ini,” ujarnya lantaran putus asa mencari sponsor.
Rury bersama 4 kawannya menginisiasi festival musik yang disebut WaveBxt. Digelar di Lembah Permai Adventure Park pada 27 Agustus 2022 mendatang, festival ini menghadirkan Is Pusakata sebagai peformer utama. Sebelumnya Is dikenal sebagai vokalis band beraliran indie/alternatif, Payung Teduh.
Menggelar festival bak pertaruhan bagi Rury dan kawan-kawan. Pertama, festival ini didanai menggunakan kocek pribadi. Tak main-main, nyaris Rp 1 miliar siapkan buat memboyong Is ke Bontang.
“Kalau kami tidak mulai, siapa lagi, kak” ungkapnya.
Kedua, publik terbiasa dengan konser gratis. Walau begitu, Rury dan kawan-kawan tetap mematok tarif untuk audience Wavebxt. Range tiket pun cukup berani untuk ukuran Bontang. Panitia mematok tiket pre-sale reguler magenta Rp 102 ribu; reguler green Rp 152 ribu; dan festival Rp 202 ribu.
“Kami lakukan ini dengan perhitungan dan penuh dengan risiko. Tujuan kami juga mengedukasi warga Bontang. Ketika ingin pertunjukan berbeda harus ada yang di korbankan yaitu membeli tiket,” tandasnya.
Penulis: Fitri Wahyuningsih
Editor: Ars
Discussion about this post