Samarinda – Kekhawatiran masyarakat di Samarinda kembali meningkat seiring dengan maraknya praktik doxing, yaitu penyebaran data pribadi tanpa izin. Kasus terbaru menimpa Achmad Ridwan, pendiri platform media lokal Selasar.co, di mana data KTP-nya disebarkan oleh akun anonim di media sosial. Insiden ini terjadi tidak lama setelah ia mengunggah video monolog yang mengangkat isu perundungan digital terhadap konten kreator kritis seperti Kingtae.life.
Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, memberikan tanggapan serius terhadap insiden ini. Ia menganggap penyebaran data pribadi tersebut sebagai bentuk nyata intimidasi dan pembungkaman kebebasan berekspresi di ruang digital, sebuah fenomena yang semakin mengkhawatirkan. Hal ini disampaikannya saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda beberapa waktu lalu.
“Penyebaran data pribadi ini bukan hanya melanggar privasi, tapi juga bentuk intimidasi yang bisa membuat masyarakat takut menyampaikan kritik,” ungkap Samri.
Samri menjelaskan bahwa pola serangan semacam ini bukanlah hal baru. Ia mengamati adanya siklus berulang: setiap kali ada kritik terhadap kebijakan atau kinerja pemerintah, baik dari masyarakat umum maupun anggota dewan, selalu diikuti dengan respons negatif dan bahkan doxing.
“Begitu ada yang mengkritik, muncul narasi negatif, bahkan doxing. Ini bukan hal sepele, ini bahaya untuk demokrasi kita,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bagaimana peran legislatif, khususnya DPRD, sering disalahartikan. Padahal, melakukan pengawasan dan menyampaikan kritik adalah bagian dari tugas konstitusional dewan dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan.
“Ketika kami diam, masyarakat bilang DPRD tidak bekerja. Tapi ketika kami bicara dan memberi masukan, malah dianggap menyerang. Harusnya kritik itu dilihat sebagai ruang perbaikan, bukan dijadikan alasan untuk menyerang balik,” imbuhnya.
Samri menambahkan bahwa DPRD tidak hanya melontarkan kritik, tetapi juga selalu menyertakan solusi. Namun, sayangnya, solusi-solusi tersebut seringkali tidak ditindaklanjuti oleh pihak eksekutif.
“Perbedaan pandangan itu wajar dalam demokrasi. Tapi jangan sampai itu jadi alasan untuk memusuhi. Saya sendiri mungkin tinggal tunggu giliran saja, karena sejauh ini data pribadi saya belum disebar,” katanya sambil tersenyum kecut.
Ia berharap aparat penegak hukum dapat mengusut tuntas kasus-kasus doxing yang terjadi dan memberikan perlindungan bagi warga negara yang menyuarakan pendapatnya secara sah dan konstitusional.
“Kalau dibiarkan, ini akan menciptakan budaya takut. Ruang publik jadi tidak sehat. Demokrasi kita bisa mundur,” tutupnya.
(ADV/DPRDSmd/Huda)
Discussion about this post