Samarinda – Jumlah kasus HIV di Kota Samarinda tercatat telah melampaui 2.000. Mayoritas penularan berasal dari kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL). Kondisi ini mendapat perhatian serius dari DPRD Samarinda yang menilai penanganan harus melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menegaskan peningkatan kasus tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Menurutnya, dukungan tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, hingga keluarga sangat penting untuk memperkuat edukasi dan pencegahan.
“Peran elemen ini menyangkut masalah penyakit-penyakit di masyarakat, artinya harus betul-betul ada deteksi,” ujarnya di Kantor DPRD Samarinda.
Anhar menilai tokoh agama memiliki posisi strategis dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama terkait perilaku berisiko.
“Semua peran juga dari tokoh-tokoh agama, apalagi yang sesama jenis memang agama melarang semua,” katanya.
Ia menambahkan, peraturan pemerintah saja tidak cukup tanpa partisipasi masyarakat.
“Sebagus apa pun aturan itu, kalau peran-peran ini hanya diberikan kepada pemerintah, ya kita juga nggak bisa,” tegasnya.
Menurut Anhar, upaya menekan laju HIV harus dilakukan secara kolektif dan berkesinambungan, mencakup penyuluhan, deteksi dini, hingga pendampingan bagi penderita.
“Tidak bisa hanya dibebankan kepada sistem yang ada, dibebankan kepada pemerintah,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya edukasi kesehatan yang menyentuh seluruh lapisan, terutama generasi muda. Keterlibatan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan sektor pendidikan disebut sebagai faktor penentu keberhasilan pencegahan.
“Masalah ini perlu keseriusan semua pihak, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan sektor pendidikan,” ungkapnya.
Anhar menutup dengan menegaskan bahwa edukasi harus dijalankan bersama, konsisten, dan lintas sektor.
“Edukasinya nggak bisa kalau hanya sendiri, harus kolektif,” pungkasnya.(ADV)
Discussion about this post