Inspirasa.co — Seorang mahasiswa Universitas Riau (Unri) Khariq Anhar, diduga dilaporkan ke polisi oleh rektornya sendiri, Sri Indarti. Khariq Anhar dilaporkan ke Polda Riau terkait ITE usai membuat konten video terkait biaya kuliah mahal. Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menilai laporan ini adalah upaya represi dan kriminalisasi yang dilakukan kampus.
Dalam keterangan tertulisnya, KIKA menyatakan, tindakan yang dilakukan oleh rektor Unri dengan melaporkan mahasiswa dinilai bagian dari upaya pembungkaman. KIKA merujuk UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Di Pasal 9, ayat 1 regulasi itu menyebutkan Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 1merupakan kebebasan civitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan tri dharma.
Selain itu, lanjut KIKA dalam rilisnya, dalam mekanisme hukum dan HAM di Indonesia, kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas, termasuk dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU nomor 12 Tahun 2005) sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, dan pasal 13 Kovenan EKOSOB (ICESCR/Indonesia ratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005) sebagai bagian dari hak atas pendidikan.
“Sehingga perenggutan, pendisiplinan, bahkan serangan terhadap kebebasan akademik kepada mahasiswa seperti yang terjadi di Unri dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM,” tegas KIKA dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Kamis (9/5/2024).
KIKA juga mengingatkan rektor Unri untuk memahami prinsip-prinsip kebebasan akademik yang juga disebut sebagai Surabaya Peinciples on Academic Freedom 2017 (SPAF) yang telah diadopsi dalam Standar Norma & Pengaturan (SNP) Kebebasan Komnas HAM, khususnya pada standar 4 dan 5.
Standar 4 berbunyi “insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan”. Dan standar 5 berbunyi “otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.”
Sebagai informasi, kasus ini bermula ketika seorang mahasiswa Unri, Khariq Anhar dilaporkan lantaran menyuarakan kegelisahannya atas kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Anhar dilaporkan ke Polda Riau terkait ITE setelah bikin konten video terkait biaya kuliah mahal. Laporan tersebut dibuat atas nama Rektor Unri, Prof Sri Indarti. Laporan tersebut dibuat pada 15 Maret 2024 atau sekitar 2 pekan setelah aksi digelar.
Khariq Anhar mengaku dipolisikan setelah mengkritik kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dalam kebijakan itu, ada ketentuan terkait Iuran Pembangunan Institusi (IPI) di lingkungan Universitas Riau (Unri).
Lewat Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) atau aliansi mahasiswa yang peduli tentang kondisi sosial membuat undangan terbuka kepada rektor dan mahasiswa. Hanya saja, pihak rektor ataupun utusan disebut tak ada yang hadir.
Atas tindakan represif yang dialami mahasiswa Unri, KIKA menuntut Rektor Unri untuk:
1. Menolak kebijakan UKT bukan tindak pidana, dan hak untuk menyampaikan pendapat sebagai bagian dari kebebasan berekspresi pula kebebasan akademik dijamin oleh UndangUndang, sehingga mahasiswa tidak perlu takut untuk menyuarakan kebenaran;
2. Mengimbau Pihak Kepolisian untuk tidak berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang menolak kenaikan kebijakan UKT;
3. Tindakan Rektor Unri sebagai bagian dari otoritas kampus membatasi kebebasan akademik adalah pelanggaran hukum dan HAM yang dijamin dalam perundang-undangan;
4. Menghimbau Komnas HAM dan Kemenristek menegur tindakan Rektor Unri;
5. Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Sumut untuk tidak memproses pengaduan karena tidak ada hukum yang dilanggar.
Discussion about this post