SAMARINDA – Program Koperasi Desa Merah Putih yang digulirkan pemerintah pusat mendapat perhatian serius dari Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono. Ia mengingatkan agar implementasi program ini tidak terjebak pada euforia dana besar semata, tanpa kesiapan struktur pendukung yang memadai.
Sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional, pemerintah menyalurkan modal awal sebesar Rp 3 miliar kepada setiap koperasi di tingkat desa atau kelurahan. Dana tersebut bersumber dari pinjaman bank melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), bukan hibah, dan harus dikembalikan dalam jangka waktu enam tahun secara cicilan.
Sapto menegaskan bahwa keberhasilan koperasi tidak hanya bergantung pada besaran modal, melainkan juga pada legalitas hukum, kesiapan sumber daya manusia (SDM), dan kejelasan fokus usaha (core business) dari masing-masing koperasi penerima.
“Program ini niatnya bagus, tapi kalau legalitasnya belum kuat, usahanya belum jelas, dan SDM-nya belum siap, justru bisa menimbulkan persoalan baru di kemudian hari,” ujar politisi Partai Golkar itu.
Ia mengingatkan agar pemerintah daerah belajar dari pengalaman pengelolaan Dana Desa yang kerap menimbulkan masalah hukum akibat minimnya kapasitas pengelola. Menurutnya, risiko yang sama bahkan bisa lebih besar, mengingat jumlah dana yang disalurkan dalam program koperasi ini mencapai tiga kali lipat.
“Dana Desa saja yang Rp 1 miliar bisa menimbulkan persoalan. Sekarang Koperasi Merah Putih dapat Rp 3 miliar. Kalau tidak siap dari sisi tata kelola, bisa kacau,” tegasnya.
Oleh karena itu, Sapto mendorong agar setiap daerah melakukan pendampingan intensif. Pemerintah, katanya, harus memastikan koperasi memiliki rencana bisnis yang realistis, didukung oleh SDM profesional, dan menjalankan operasional yang akuntabel.
“Koperasi tidak boleh asal terbentuk hanya karena ada dana. Harus ada proses yang matang agar koperasi benar-benar menjadi pilar ekonomi desa,” tambahnya.
Program Koperasi Desa Merah Putih bertujuan mendorong ekonomi kerakyatan dan memperkuat kemandirian desa dalam menghadapi tantangan ekonomi nasional. Namun, tanpa kesiapan dari hulu ke hilir, Sapto khawatir program ini hanya akan menjadi beban baru bagi desa.
“Kalau koperasi gagal karena tidak siap, yang rugi bukan hanya desa, tapi juga kredibilitas program nasional. Jangan sampai niat baik malah jadi bumerang,” pungkasnya. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post