Inspirasa.co– Nurhadi jurnalis Tempo Surabaya, diduga dianiaya oleh oknum aparat di tengah kerja jurnalistiknya. Kekerasan fisik yang dialami Nurhadi terjadi pada Sabtu, 27 Maret 2021.
Atas peristiwa yang dialami Nurhadi itu, mengetuk solidaritas puluhan pewarta di Kota Taman, Kalimantan Timur.
Mengenakan pakaian, kompak berwarna hitam, sembari menyalakan lilin dan menaburkan bunga, puluhan jurnalis ini turun ke jalan, memarpakan kecaman kepada oknum aparat terduga penganiaya Nurhadi jurnalis Tempo Surabaya.
“Kegiatan yang berlangsung di Simpang Empat Amalia, Bontang Baru pada Kamis, 8 April 2021 Malam ini, merupakan protes dan perlawanan jurnalis Bontang, terhadap tindak kekerasan yang menimpa rekan kami sesama pewarta, Nurhadi jurnalis Tempo,” kata Koordinator Aksi, Ismail Usman.
Pakaian berwarna hitam, menyalakan lilin dan melakukan tabur bunga, bermakna duka cita. Bahwasanya kebebasan pers sudah direnggut dan dianggap mati oleh aparat (penegak hukum).
“Kejadian kekerasan terhadap jurnalis kerap terjadi. Padahal Pers bersama kepolisian Republik Indonesia (Polri) pernah melakukan kerjasama nota kesepahaman (MoU). Dimana disebutkan jika polisi dan pers meski bersinergi saat bertugas dilapangan. Terkhusus saat kegiatan aksi demo,” jelas Ismail Usman, pewarta Tribun Kaltim.

Lebih jauh Ismail menginginkan agar para petinggi kepolisian, dapat memberikan pemahaman kepada bawahannya, bahwasanya kerja-kerja pers ini dilindungi oleh konstitusi. Sebagaimana termaktub dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
“Apa yang menimpa rekan kita dalam hal ini Nurhadi, adalah luka kita bersama, sesama pewarta, sesama insan pers. Kita harus solid. Nurhadi adalah penyemangat. Jangan takut, jangan gencar dengan ancaman-ancaman dan kekerasan yang bisa saja ditemui dan dilakukan oleh oknum aparat saat kita melaksanakan tugas dilapangan, sebab kita punya ratusan rekan wartawan yang berdiri dibelakang kita. Panjang umur perjuangan,” tutup Ismail mewakili para pewarta Bontang.
Sementara itu, Ikwal Setiawan, Koordinator Bidang Advokasi Forum Jurnalis Bontang (FJB), meminta aparat keamanan wajib menyibak pelaku kekerasan terhadap Nurhadi.
“Tidak boleh ada impunitas. Kasus harus diusut tuntas dan transparan. Sebab apa yang dilakukan pelaku terhadap Nurhadi jelas merupakan pelanggaran terhadap amanah undang-undang,” tegas Ikhwal.
Diwaktu dan tempat yang sama Ariston, mewakili Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bontang, juga menyesalkan dan mengecam keras tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh oknum aparat kepada Nurhadi.
Tindakan kekerasan yang dialami oleh Nurhadi jelas tidak dibenarkan dan telah melanggar Undang-Undang Pers Pasal 40 tahun 1999.
Dalam pasal dijelaskan, bagi siapa pun yang melakukan kekerasan, penghadangan, intimidasi dan merusak alat peliputan jurnalis maka ancaman hukumnya adalah pidana.
“Kami meminta kepada Polri untuk mengusut tuntas kasus ini dan berharap agar aparat penegak hukum bisa bersikap bijak dengan memahami tugas-tugas jurnalis di lapangan” tegas Ariston jurnalis PKTV.
Sebagai informasi aksi solidaritas ini terselenggara oleh Forum Jurnalis Bontang (FJB), dengan anggotanya yang terdiri dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen(AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta perwakilan dari Mahasiswa Kota Bontang. (Aris PKTV).
Discussion about this post