Inspirasa.co – Presiden Joko Widodo resmi mencabut kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Langkah pencabutan PPKM tersebut dinilai perlu mengingat keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19 selama 11 bulan terakhir.
Kebijakan pembebasan tersebut disinyalir akan memberikan dampak positif terhadap beberapa sektor, diantaranya sektor pariwisata Indonesia.
Pada tahun 2022, meski masih dalam masa ketidakpastian Covid-19, pariwisata Indonesia telah menunjukkan taringnya untuk pulih dari keterpurukan dan kembali merajai pasar.
Hal tersebut dibuktikan dengan berbagai capaian pariwisata Indonesia tahun 2022 yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dalam “Jumpa Pers Akhir Tahun (JPAT) 2022”.
Adapun pencapaian pariwisata diantaranya peningkatan atas nilai devisa pariwisata, kontribusi PDB pariwisata, jumlah wisatawan mancanegara (Wisman) dan nusantara (Wisnus), dan jumlah tenaga kerja Parekraf.
Dalam skema normal, Sandiaga Uno percaya diri untuk memasang target ambisius jumlah wisatawan di tahun 2023 yaitu sesekitar 2-3 kali lebih banyak dari tahun 2022. Persisnya, 3.92 juta kunjungan Wisman dan 633 juta pergerakan Wisnus yang telah dicapai di tahun 2022 ditargetkan untuk meningkat di tahun 2023 menjadi 7.4 juta Wisman dan 1.4 Milyar pergerakan Wisnus.
Sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang juga membidangi pariwisata dan ekonomi kreatif, Hetifah Sjaifudian turut menilai korelasi pencabutan PPKM dengan peningkatan capaian pariwisata Indonesia pada tahun 2023.
Menurut Hetifah, setidaknya ada tiga faktor dalam pencabutan PPKM yang dapat mendorong geliat pariwisata.
Pertama, pencabutan PPKM berarti pembebasan mobilitas masyarakat serta kuota destinasi wisata, tentu hal ini meningkatkan minat wisatawan.
Kedua, secara psikologi, masyarakat pada umumnya telah haus akan berwisata selama beberapa tahun terakhir. Karenanya, dicabutnya PPKM dapat disikapi sebagai momentum tepat untuk “melepas dahaga wisata” para wisatawan.
Ketiga, pencabutan PPKM menyiratkan pemerintah telah berhasil menangani Covid-19, hal ini meningkatkan rasa aman pada wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Namun, Hetifah yang pernah menjadi Ketua Panitia Kerja (Panja) Pemulihan Pariwisata DPR RI ini juga memberikan catatannya. Hetifah menilai, tanpa langkah cerdas, pelaku wisata dapat kehilangan momentum ini.
Hetifah memaparkan bahwa ada empat langkah yang harus diperhatikan para pelaku wisata. Pertama, trend wisata kini sangat memperhatikan aspek keamanan dan kebersihan sehingga standar CHSE harus diimplementasikan dengan baik.
Kedua, pemasaran paket wisata harus betul-betul memanfaatkan social media mengingat semakin bergantungnya masyarakat terhadap info dari dunia digital.
Ketiga, fasilitas dan amenitas yang mendukung kegiatan pariwisata, seperti fasilitas MCK, hotel, tempat ibadah, restoran, tempat oleh-oleh, hingga sarana transportasi.
Keempat, di era persaingan setelah Covid-19 ini, inovasi produk-produk wisata harus terus diciptakan agar dapat memenangkan pasar
Lebih lanjut, Hetifah yang juga sudah tiga periode menjabat sebagai wakil rakyat Kaltim tersebut jadikan wisata Berau di Kalimantan Timur sebagai contoh baik dalam menangkap momentum. Pasalnya, penerbangan ke Kalimarau Berau sebagai salah satu destinasi unggulan di Kaltim sudah bertambah.
Selain itu, tahun 2023 Kabupaten Berau akan terima anggaran perawatan jalan dari Tanjung Redeb hingga Talisayan. Tentu dukungan amenitas dan fasilitas ini sangat membantu perkembangan wisata Berau.
Terakhir, Hetifah juga berharap berbagai pihak dapat menyelaraskan kebijakan dan menginformasikannya secara utuh kepada masyarakat.
Hetifah menyampaikan sempat terjadinya ketidakpastian harga tiket ke wilayah Labuan Bajo dan Candi Borobudur yang mempengaruhi minat para wisatawawan asing bahkan banyak yang jadi membatalkan perjalanannya.
Hal ini dianggap merugikan pelaku usaha lokal namun dirasa perlu oleh pemerintah sebagai bentuk konservasi cagar budaya dan alam. Hendaknya, dalam menangkap momentum paska PPKM ini, tidak ada kesimpang siuran kebijakan dan informasi lagi. (*).
Discussion about this post