Inspirasa.co – Pemerintah Kota Bontang terus bekerja mengejar target nol kasus stunting.
Pemkot Bontang bahkan menarget dalam 3 bulan kasus stunting di Bontang tuntas.
Salah satu cara yang dilakukan yakni memberikan intervensi gizi melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT) sehat dan bergizi untuk 1.219 balita stunting.
Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni mengatakan, total ada sekitar 1.700-an balita yang mulanya terindikasi stunting.
Angka ini didapat usai pihaknya menggelar operasi timbang serentak seluruh kelurahan di Bontang beberapa waktu lalu.
Adapun cakupan operasi timbang itu mencapai 99,94 persen, tertinggi dalam empat tahun terakhir.
Namun usai pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter anak, didapati angka rill kasus stunting Bontang berada di angka 1.219.
Sisanya, tercatat stunted growth atau kurangnya tinggi badan akibat genetik, tapi secara gizi dan berat badan semua baik dan normal.
“Prevalensi kasus stunting di Bontang sekarang berada di angka 12 persen. Itu yang akan diintervensi dengan makanan tambahan bergizi,” sebut Neni dalam rapat koordinasi penanganan stunting di Rujab Wali Kota Bontang, Jalan Awang Long, Kelurahan Bontang Baru, Senin (26/5/2025) siang.
Total anggaran yang disediakan untuk PMT sekitar Rp4 miliar. Tiap porsi makanan bergizi sekitar Rp32 ribu.
Nantinya, pengadaan makanan bergizi itu menjadi tanggung jawab masing-masing puskesmas lewat e-katalog.
Dengan pemberian PMT ini, Pemkot menarget kasus stunting di Bontang bisa dirampungkan atau paling tidak diturunkan serendah mungkin dalam 56 hari atau 3 bulan.
Wali Kota Neni optimis ini bisa dilakukan. Sebab berkaca pada Kota Surabaya, prevalensi stunting di kota itu turun drastis dari 28,9 persen pada tahun 2021 menjadi 4,8 persen pada akhir 2022. Di tahun 2023, bahkan tinggal 1,6 persen.
“Pasti bisa, lah. Kota lain saja bisa turun drastis dalam setahun, masa kita tidak bisa,” sebutnya.
Neni menegaskan, puskesmas dan pihak terkait mesti memastikan makanan gratis diberikan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh ahli gizi.
Selain itu, makanan yang dibagikan juga harus dijaga kebersihannya. Baik oleh penyedia, maupun ketika dikonsunso oleh penerima.
Sebabnya, Neni bilang, selain intervensi gizi, petugas lapangan juga harus memberikan literasi yang baik bagi orangtua yang anaknya tercatat stunting.
Misalnya, terkait kebersihan dan kesimbangan gizi di piring makan, kebersihan lingkungan rumah, dan sebagainya.
“Karena kalau kami memberi makanan saja tanpa menjelaskan soal pentingnya kebersihan di piring makan, misalnya saat makan tangannya kotor, jadi tidak selesai masalah ini,” tegasnya. (*)
Discussion about this post