Samarinda – Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mengebut pembangunan wahana air atau waterboom di kawasan wisata Pulau Kumala yang telah dimulai sejak 2023. Namun, progres proyek ini yang baru mencapai 70 persen hingga pertengahan 2025, menuai sorotan dari anggota DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin. Ia mendesak penyelesaian segera demi memaksimalkan potensi ekonomi dan pariwisata daerah.
Proyek waterboom yang berdiri di atas lahan seluas 3,8 hektare di jantung Pulau Kumala diharapkan menjadi destinasi unggulan baru di Kukar. Namun, progres pembangunan yang lambat justru menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas pengelolaan sektor pariwisata daerah.
“Saya menyayangkan ini agak terlambat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Ini investasi besar yang dari dulu belum menunjukkan progres yang sesuai,” ujar Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, kepada media.
Salehuddin menilai kehadiran waterboom bisa menjadi daya tarik baru yang memantik kunjungan wisatawan, terutama dari kalangan lokal dan regional. Namun, menurutnya, pembangunan fasilitas baru harus dibarengi dengan revitalisasi fasilitas lama agar kawasan Pulau Kumala kembali hidup dan berdaya saing.
“Minimal dengan adanya waterboom, bisa menarik kembali minat masyarakat untuk berkunjung. Bahkan, wahana lama harus direnovasi agar kawasan itu kembali hidup,” imbuhnya.
Lebih jauh, Salehuddin mengungkapkan bahwa Pulau Kumala sempat diminati investor besar, seperti pengelola Jatim Park 1 dan 2. Namun, potensi kerja sama itu gagal direalisasikan akibat lemahnya fasilitasi dari pemerintah daerah. Kegagalan ini dinilai sebagai kerugian besar mengingat skala investasi dan pengalaman pihak swasta tersebut.
“Sempat ada investor yang ingin masuk di Pulau Kumala, namun gagal. Jangan sampai aset sebesar itu tidak digunakan dengan baik dan sayang kalau dibiarkan begitu saja,” ujarnya.
Salehuddin juga menyoroti aspek keamanan dan perawatan infrastruktur pendukung kawasan wisata. Ia menilai, banyak fasilitas publik seperti taman dan lampu penerangan di bawah Jembatan Kutai Kartanegara rusak karena tidak adanya sistem pengawasan yang memadai.
“Di Jakarta, taman dibuka 24 jam tapi ada sistem pengamanannya. Kalau di Kukar, jam 10 malam saja sudah sepi. Ke depan, ini yang harus dibenahi,” katanya. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post