Inspirasa.co – Penghapusan kelas 1,2 dan 3 BPJS Kesehatan, diganti menjadi kelas rawat inap standar (KRIS), bakal dilakukan pada tahun ini.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bilang, hal itu rencananya akan diterapkan secara bertahap.
Rumah sakit akan menerapkan kelas rawat inap (KRIS) dalam layanan kesehatan, khususnya rawat inap pasien.
Dalam penerapan KRIS, maka ruang rawat inap yang disediakan pihak rumah sakit pun harus sesuai 12 kriteria yang telah ditentukan.
“Jadi ada 12 kalau enggak salah standar kamar yang harus dipenuhi oleh Kelas Rawat Inap Standar ini atau KRIS,” ujarnya, Rabu (8/2/2023).
Dari penerapan KRIS ini, Budi menekankan, standar ruang rawat inap yang paling signifikan berubah adalah semua rumah sakit harus membatasi jumlah tempat tidur di ruang rawat inap hanya sebanyak empat tempat tidur.
“Jadi semua rumah sakit kita samakan. Yang mungkin paling signifikan satu kamar itu empat tempat tidur, jadi kita ingin memberikan layanan yang baik buat masyarakat, jangan terlalu sesak,” tutur Budi.
“Empat tempat tidur ada AC-nya dan masing-masing tempat tidur ada pemisahnya, dan di satu kamar yang berisi empat tempat tidur maksimal itu ada satu kamar mandinya,” ucapnya.
Budi memastikan, dengan penerapan kelas standar ini tidak akan ada perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan pada tahun ini bagi para pesertanya.
Kebijakan penghapusan kelas 1, 2, dan 3 rawat inap BPJS Kesehatan akan segera dilaksanakan setelah rampungnya revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018. Perpres itu akan mengatur penerapan kelas rawat inap standar (KRIS).
Perpres Nomor 82 Tahun 2018 sebetulnya sudah direvisi pemerintah sebanyak dua kali hingga aturan yang terakhir muncul adalah Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Perpres 64/2020 itu mengatur kenaikan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Meski begitu, setiap peserta BPJS Kesehatan sendiri berkewajiban untuk membayar iuran per bulan agar bisa mendapat jaminan kesehatan sesuai dengan kelas yang diikuti.
BPJS Kesehatan ada untuk menjamin masyarakat Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan yang layak. Setiap peserta bisa memilih jenis kepesertaan sesuai dengan kemampuan.
Diketahui bahwa dengan membayar iuran bulanan, setiap peserta berhak mendapat jaminan kesehatan. Baik sakit maupun tidak, kepesertaan tetap berlaku. Jadi jika ada pertanyaan apakah BPJS Kesehatan bisa dicairkan, jawabannya adalah tidak.
Hal ini dikarenakan mekanisme BPJS Kesehatan adalah gotong royong. Artinya iuran yang tidak terpakai atau tidak diklaim akan digunakan sebagai subsidi silang untuk membantu peserta lain yang sakit.
Tentu bukan berarti hal ini merugikan. Sebab, dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, maka biaya pengobatan akan ditanggung. Bahkan apabila biaya pengobatan cukup tinggi sekalipun, BPJS Kesehatan akan tetap menanggungnya.
Artinya, tidak ada yang dirugikan dalam mekanisme kerja BPJS Kesehatan. Semuanya sama-sama saling mendukung dengan sistem gotong royong. Jadi buat kamu peserta BPJS Kesehatan, ingat yang bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan tidak dapat dicairkan dengan uang.
Iuran BPJS Kesehatan
Ada beberapa catatan terkait biaya iuran BPJS. Arif mengatakan, peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5% dari upah.
Rinciannya adalah 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja. Ia pun menyatakan ada batas atas dan batas bawah untuk dasar perhitungan iuran BPJS. “Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12.000.000,” tutur dia.
“Perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya,” sambungannya.
Acuan perhitungan iuran BPJS tetap pada batas atas Rp 12 juta. Bila seorang pekerja memiliki gaji di atas Rp 12 juta, Rp 13 juta misalnya, maka iuran yang dibayarkan tetap 5% dari Rp 12 juta.
Kelompok Masyarakat Bukan Pekerja (BP)
Kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran BPJS sesuai yang dikehendaki.
Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan
kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan
kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang per bulan
Untuk iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sebenarnya sebesar Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000.
Jadi, bagi seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2 atau 3.
Sedangkan jika masuk dalam kategori masyarakat miskin dan tidak mampu, yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dapat masuk menjadi kelompok peserta PBI yang iuran BPJS Kesehatan dibayar pemerintah.
Sumber: CNBC Indonesia/detikfinance
Discussion about this post