Samarinda – Sektor pertanian di Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai belum menunjukkan performa optimal dalam menjawab kebutuhan pangan yang terus meningkat. Penilaian ini disampaikan oleh Anggota DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, yang menyoroti lemahnya pengelolaan pertanian akibat minimnya sumber daya manusia (SDM) yang siap menghadapi tantangan pertanian modern.
“Masih menggunakan tenaga manusia. Jadi ketika mengandalkan tenaga tradisional, tentu tidak mampu maksimal. Keinginan besar untuk bertani juga masih rendah, terutama di Kaltim,” ujar Sigit saat ditemui di Samarinda pada akhir pekan lalu.
Menurutnya, keterbatasan tersebut menjadi akar persoalan dalam pencapaian swasembada pangan di provinsi ini.
Sigit menekankan bahwa kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan. Salah satu solusi konkret yang ia dorong adalah melalui program dari Kementerian Transmigrasi, yang akan mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah guna mendukung pengelolaan lahan secara lebih produktif dan efisien. Langkah ini dianggap penting untuk mempercepat adaptasi pertanian berbasis teknologi.
Kondisi ketergantungan Kaltim terhadap pasokan pangan dari provinsi lain seperti Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), hingga Sulawesi menjadi sinyal bahwa ketahanan pangan lokal masih rapuh.
“Kebutuhan pangan kita tinggi, dan harus segera diantisipasi dari sekarang. Terlebih dengan hadirnya Ibu Kota Negara (IKN), tekanan terhadap permintaan bahan pangan tentu akan semakin besar,” jelasnya.
Upaya peningkatan kapasitas pertanian tak hanya datang dari pemerintah, tapi juga harus diimbangi oleh partisipasi sektor swasta. Sigit mengajak para pengusaha lokal di Kaltim untuk mulai serius mengembangkan pertanian modern berbasis mesin, dengan menanam komoditas seperti padi, ubi, dan cokelat.
“Kalau pengusaha Kaltim mau bergerak di industri pertanian dengan menggunakan mesin, hasilnya tentu akan berbeda,” tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Menariknya, Sigit juga mengungkap bahwa Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan studi banding ke Kaltim untuk membahas dampak pemindahan IKN terhadap penyesuaian tata ruang dan sektor pangan. Hal ini memperkuat urgensi bahwa pengelolaan pertanian bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis yang mendesak.
Dengan pertanian sebagai ujung tombak kedaulatan pangan, dan IKN sebagai pemantik perubahan besar-besaran, Kaltim kini berada di persimpangan jalan: bertransformasi menjadi lumbung pangan mandiri atau terus berada di bawah bayang ketergantungan antarwilayah. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post