Inspirasa.co – Tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang yang menewaskan 127 orang menjadi peristiwa paling kelam dalam kancah dunia sepak bola Indonesia.
Peristiwa ini membekaskan duka yang mendalam setelah tragedi kerusuhan di Kanjuruhan, Malang, hingga menelan ratusan korban jiwa dan luka-luka.
Kerusuhan Kanjuruhan ini bertepatan dengan lanjutan pertandingan BRI Liga 1 musim 2022-2023 yang menampilkan duel sengit rival bebuyutan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022.
Dalam pertandingan ini, Persebaya Surabaya berhasil menaklukan Arema FC di markasnya di Stadion Kanjuruhan dengan skor 2-3.
Kanjuruhan rusuh diawali dari sejumlah suporter yang turun ke lapangan meluapkan kekecewaannya ketika pertandingan sudah berakhir.
Kerusuhan semakin pecah ketika suporter semakin banyak memasuki lapangan Kanjuruhan Malang, hingga petugas dan polisi berusaha untuk melerai keributan itu dengan cara menembakan gas air mata.
Informasi yang dihimpun Inspirasa.co dari berbagai sumber, keributan Kanjuruhan ini dilaporkan menelan korban sebanyak 127 orang dan 180 orang luka-luka.
Berdasarkan laporan Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Arinta dalam sebuah konferensi pers di Malang, pada hari Minggu dini hari, 2 Oktober 2022.
Dijelaskan, tak hanya menjadi duka mendalam bagi dunia sepak bola Indonesia, tragedi Kanjuruhan juga menjadi peristiwa kelam sepak bola nomor 2 di dunia berdasarkan catatan yang tersebar di media sosial.
“Terkait dengan proses pertandingan tidak ada permasalahan, semuanya selesai. Permasalahan terjadi pada saat setelah selesai, terjadi kekecewaan dari para penonton yang melihat tim kesayangannya tidak pernah kalah selama 23 tahun bertanding di kandang sendiri,” kata Nico dalam konferensi pers di Polres Malang, dilansir dari detiknews, Minggu (2/10/2022).
Nico menyebut suporter yang kecewa karena timnya kalah lalu turun ke tengah lapangan. Para suporter berusaha mencari para pemain dan ofisial untuk melampiaskan kekecewaannya.
“Oleh karena pengamanan melakukan upaya-upaya pencegahan dan melakukan pengalihan supaya mereka tidak masuk ke dalam lapangan mengincar para pemain,” terangnya.
Lebih lanjut, untuk mencegah suporter turun ke lapangan, polisi menembakkan gas air mata. Aremania, kata Nico, menyerang petugas kepolisian hingga merusak sejumlah fasilitas stadion.
“(Lalu) Mereka pergi keluar di satu titik, di pintu keluar yaitu kalau nggak salah pintu 10.. kemudian terjadi penumpukan. Di dalam proses penumpukan itulah terjadi.. kurang oksigen yang oleh tim medis dan tim gabungan ini dilakukan upaya penolongan yang ada di dalam stadion kemudian juga dilakukan evakuasi ke beberapa rumah sakit,” ujarnya.
Discussion about this post