Samarinda – Usulan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di semua tingkat – nasional, provinsi, dan kabupaten/kota – dijadikan lembaga ad hoc kembali muncul ke permukaan. Namun gagasan ini langsung menuai kritik tajam dari kalangan legislatif di Kalimantan Timur.
Anggota DPRD Kaltim, Agus Suwandy, menyatakan penolakannya terhadap ide tersebut. Menurutnya, menjadikan KPU sebagai lembaga ad hoc justru bisa memunculkan kekosongan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemilu yang membutuhkan persiapan panjang.
“Kalau KPU hanya aktif saat ada event seperti pemilu atau pilkada, bagaimana dengan tahapan panjang yang harus dipersiapkan? Namanya komisi itu seharusnya bersifat berkelanjutan, bukan seperti panggung hiburan yang cuma muncul saat hajatan,” tegas Agus.
Ia mengingatkan bahwa pemilu bukan hanya urusan hari pencoblosan. Prosesnya memerlukan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan sejak jauh hari. Jika kelembagaan KPU tidak permanen, menurutnya, hal itu bisa membuka peluang masalah serius.
“Kalau dijadikan ad hoc, saya justru khawatir tidak ada yang mau bertanggung jawab penuh. Ini bisa jadi celah yang dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk menunggangi proses demokrasi,” katanya.
Lebih lanjut, Agus menilai bahwa lembaga-lembaga seperti KPU, KPID, hingga KONI memiliki kesamaan struktur sebagai badan negara yang dibiayai APBN/APBD dengan mandat tertentu. Menurutnya, tidak tepat jika semuanya diarahkan menjadi bersifat ad hoc hanya demi alasan efisiensi anggaran.
“Nanti semua lembaga bisa-bisa dikasih label ad hoc. KONI ad hoc, KPID ad hoc, lama-lama komisi-komisi lain juga dipangkas permanensinya. Ini tidak sehat untuk sistem kelembagaan kita,” tambahnya. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post