Samarinda – Praktik mewajibkan pembelian seragam dan perlengkapan sekolah melalui koperasi kembali menuai sorotan tajam di Samarinda. Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menyatakan sistem tersebut dapat menimbulkan monopoli dan menambah beban finansial bagi orang tua murid.
“Sekolah seharusnya memberi ruang kebebasan. Kalau semua diwajibkan beli di koperasi tanpa opsi lain, ini tidak adil,” ujar Anhar, dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, mekanisme penjualan perlengkapan sekolah yang dijual dalam bentuk paket tanpa pilihan lain membuat wali murid terpaksa mengikuti sistem yang ada. Hal ini, katanya, justru bertentangan dengan prinsip pendidikan yang inklusif dan berpotensi mempersulit siswa dari keluarga kurang mampu.
Tak hanya soal seragam, Anhar juga menyinggung pungutan tambahan yang dibebankan kepada murid baru, seperti tes psikologi hingga asuransi sekolah, yang menurutnya sering kali tidak disampaikan secara terbuka.
“Pungutan-pungutan seperti ini, kalau tidak diawasi dengan jelas, bisa jadi celah penyimpangan. Ini penting untuk segera ditertibkan,” tambahnya.
Sebagai solusi, ia mendorong Pemkot Samarinda untuk segera menyusun regulasi yang mengatur aktivitas koperasi sekolah serta pungutan lainnya secara transparan dan berpihak pada kepentingan siswa.
“Pendidikan jangan dijadikan ladang komersial. Kalau perlu, pemerintah siapkan subsidi agar orang tua tidak terbebani dan akses pendidikan tetap terbuka luas,” kata Anhar.
Ia mengapresiasi langkah awal Pemkot dalam menetapkan standar harga seragam, namun menilai pendekatan tersebut masih bersifat sementara dan belum menyentuh akar masalah utama, yakni dominasi koperasi dalam pengadaan perlengkapan sekolah.
“Regulasi yang jelas dan mekanisme kontrol harus disiapkan, supaya tidak ada lagi ruang bagi oknum atau lembaga untuk mengambil keuntungan dari kebutuhan dasar pendidikan,” ujarnya tegas.
Di akhir keterangannya, Anhar menekankan pentingnya menjaga dunia pendidikan agar tetap menjadi ruang pertumbuhan yang adil dan bebas dari tekanan biaya yang tak masuk akal.
“Dengan sistem yang bersih dan transparan, kita bisa pastikan pendidikan tetap menjadi ruang pertumbuhan, bukan beban,” tutupnya.(ADV)
Discussion about this post