Inspirasa.co – Kelompok Cipayung Plus, Kalimantan Timur laksanakan Webinar dengan tema “Menakar Polemik Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Bumi Etam” pada, Jumat (17/2/2023).
Kelompok Cipayung Plus tersebut, terdiri dari DPD GMNI Kaltim, PKC PMII Kaltim, DPD IMM Kaltim, Badko HMI Kaltimtara, dan PW KAMMI Kaltimtara. Adapun yang menjadi narasumber adalah ketua dari organisasi kemahasiswaan tersebut.
Dalam pengantar diskusi Syifa dari PMII UINSI yang bertindak sebagai moderator mengungkapkan, bahwa diskusi kali ini adalah upaya untuk kembali membangun pengawalan isu terhadap perpindahan IKN.
Menurutnya, perpindahan IKN ini mesti memberikan kesejahteraan bagi masyarakat tetapi dalam prosesnya banyak mengalami polemik.
Olehnya itu, hadirnya webinar ini agar dapat mengupas terkait polemik tersebut, dan dapat menjadi kajian bersama dalam upaya mengawal dan memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemangku kebijakan.
Minimnya akses informasi terkait pembangunan IKN
Sementara itu para narasumber, Ketua Badko HMI Kaltimtara Rinto, Ketua DPD IMM Kaltim idil, Ketua PKC PMII Kaltim Sainuddin, Ketua PW KAMMI Kaltimtara Imam dan Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar, secara bergantian mengungkapkan bahwa polemik awal pembangunan IKN adalah minimnya akses informasi terkait pembangunan IKN. Hal ini berakibat pada minimnya hak partisipasi warga.
Sebagai contoh adalah UU IKN yang hanya dibahas dan disahkan selama 43 hari, kurangnya koordinator antara Pemerintah Daerah dan Pusat menimbulkan ketidaksiapan Kaltim untuk menjadi bagian penopang dalam ketersedian pangan, tenaga kerja, infrastruktur dan lainnya.
Belum lagi dalam tiap proses kebijakan yang menyangkut pembangunan IKN jarang melibatkan unsur ,masyarakat, kepemudaan, akademisi, pegiat sosial dan lain-lain. Padahal mereka adalah bagian utama juga yang mesti diajak bicara.
Selanjutnya adalah persoalan agraria. Warga yang telah menetap dalam wilayah IKN dan memiliki hak atas tanah tiba-tiba negara memberikan patok dan mengklaim menjadi tanah mereka. Belum lagi upaya untuk memberikan ganti rugi yang tidak sepadan bagi warga yang akan menjual tanah nya.
Hal ini kan akan menimbulkan persoalan baru, pertanyaannya kemudahan apakah hasil dari ganti rugi tersebut mampu memberikan warga hunian yang layak dan juga mendapatkan mata pencaharian baru.
Siapkan jangkar sosial bagi masyarakat dan tenaga kerja
Selanjutnya ialah perpindahan IKN ini jikalau tidak ada jangkar sosial yang disiapkan oleh pemerintah akan menggusur masyarakat adat dan masyarakat yang telah bermukim di sekitar wilayah IKN sejak lama. Menurut data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bahwa dari 260 Hektar, 40 % telah didiami penduduk. Hal ini tentu akan memunculkan kemiskinan baru jikalau tidak dikelola dengan tepat.
Persoalan tenaga kerja, lanjutnya juga menjadi fundamental. Bagaimana harusnya pemerintah memastikan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat Kalimantan Timur. Kesempatan tersebut harus dibukakan seluas-luasnya sejak wacana IKN hingga selesai pelaksanaan nanti.
Selanjutnya yakni pindahnya IKN tidak menggerus budaya lokal yang ada di Kaltim khusunya di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Harus ada kebijakan yang memastikan bahwa pemerintah mendukung dan terus melestarikan kebudayaan lokal yang ada.
Selanjutnya hasil dari diskusi tersebut akan menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah dan Kelompok Cipayung Plus Kaltim akan terus Kritis terhadap isu pembangunan IKN. (Redaksi).
Discussion about this post