Samarinda – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai penopang gizi peserta didik kembali jadi sorotan. Pasalnya, sejumlah paket makanan yang dibagikan justru ditemukan dalam kondisi tidak layak konsumsi, mulai dari berbau, berair, hingga basi.
Temuan ini awalnya ramai diperbincangkan di media sosial. Bahkan, salah satu sekolah menengah atas negeri disebut berupaya menutupi fakta bahwa makanan yang diterima siswa dari program tersebut tidak layak dimakan. Kondisi ini menimbulkan keprihatinan masyarakat dan memicu reaksi dari DPRD Kota Samarinda.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, menilai kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Ia menekankan perlunya pengawasan yang jauh lebih ketat terhadap program pangan berskala besar seperti MBG.
“Namanya proyek besar, apalagi menyangkut makanan, harus benar-benar ada pengawasan yang ketat. Kalau sampai ada yang basi, bisa berisiko keracunan,” tegasnya saat ditemui di kantor dewan, Rabu (17/9/2025).
Menurutnya, meskipun MBG merupakan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah tetap punya kewajiban untuk mengawasi, memberi masukan, dan melakukan koreksi bila ditemukan masalah. Peran dinas kesehatan dianggap sangat penting dalam memastikan setiap makanan yang dibagikan benar-benar aman dan bergizi.
“Ini program pusat, tapi daerah jangan tinggal diam. Dinas kesehatan harus turun langsung memastikan kelayakan makanan,” ujarnya.
Anhar juga mengingatkan bahwa standar gizi dalam program semacam ini tidak boleh berhenti pada regulasi, tetapi harus nyata diterapkan di lapangan. Penerima manfaat bukan hanya membutuhkan makanan yang sekadar bisa dimakan, tetapi juga yang benar-benar menunjang kebutuhan gizi harian.
“Standarisasi menunya harus jelas, bukan hanya di atas kertas,” tambahnya.
Politikus itu menilai, bila ke depan masih ditemukan kasus serupa, berarti ada kelemahan serius dalam kontrol dan pengawasan. Ia meminta agar evaluasi menyeluruh segera dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
“Kalau sampai terjadi keracunan, itu jelas menunjukkan lemahnya kontrol,” tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa keberhasilan program MBG tidak cukup diukur dari jumlah paket yang tersalurkan. Kualitas makanan, pengawasan konsisten, serta keterlibatan aktif dinas terkait menjadi faktor kunci agar program benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat.(ADV)
Discussion about this post