Inspirasa.co – Penangkapan Dayang Donna Faroek dan pengusaha Rudi Ong Chandra dalam kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur memunculkan sorotan tajam dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim. Organisasi lingkungan itu menilai kasus ini bukan hanya kerugian negara, tetapi juga bentuk kejahatan ekologis dan kemanusiaan.
Menurut JATAM, luasan konsesi yang diselewengkan mencapai 34 ribu hektar, setara lebih dari setengah Kota Balikpapan, terbagi dalam tujuh IUP: PT. Cahaya Bara Kaltim (5.011 ha), PT. Anugerah Pancaran Bulan (4.810 ha), PT. Sepiak Jaya Kaltim (4.962 ha), PT. Anugerah Pancaran Bulan (5.018 ha), PT. Cahaya Bara Kaltim (5.016 ha), PT. Bunga Jadi Lestari (5.008 ha), dan PT. Tara Indonusa Coal (5.012 ha).
“Jumlah ini bukan angka kecil. Setengah Balikpapan hilang dari peta ruang hidup rakyat,” tegas JATAM dalam keterangan tertulis, Kamis (11/9/2025).
Kasus ini menurut JATAM bukan insiden tunggal. Ia menyingkap bagaimana penerbitan izin pertambangan dijadikan ladang keuntungan oleh oligarki dan dinasti politik. Penetapan Donna Faroek dan Rudi Ong Chandra sebagai tersangka hanyalah simbol dari lingkaran gelap IUP yang menjamur sejak awal 2000-an.
Sejak otonomi daerah diterapkan pada 2003, Kaltim menerbitkan lebih dari 1.400 IUP, banyak di antaranya tanpa memperhitungkan dampak ekologis dan ruang hidup masyarakat. Praktik rente, suap, dan jual-beli izin menjadi umum, dengan Rudi Ong disebut mendapatkan IUP melalui lobi politik dan aliran dana ke elit daerah.
Jatam menyoroti bahwa pengambilalihan kewenangan pertambangan ke pemerintah pusat pun tidak menyelesaikan masalah. Menurut mereka, proses sentralisasi tidak disertai kajian ilmiah dan empiris, sehingga korupsi hanya bergeser dari daerah ke pusat, mendekati oligarki di Jakarta. Tanpa hak veto rakyat dalam proses izin, warga lingkar tambang tetap menjadi korban.
“Seharusnya setiap perumusan kebijakan berangkat dari analisis ilmiah dan empirik. Permasalahan nyata di wilayah lingkar tambang adalah alokasi ruang tambang yang melampaui daya dukung ekologi, tidak adanya hak veto rakyat, sulitnya akses informasi karena manipulasi, kriminalisasi dan pengusiran warga, korupsi perizinan, hingga pertambangan menjadi sumber pembiayaan politik,” jelas Jatam.
Dalam kasus korupsi ini, yang dipertaruhkan bukan sekadar uang negara. Tetapi juga ruang hidup rakyat, hutan, sungai, lahan pertanian, serta keselamatan generasi mendatang. Setengah luas Balikpapan dibajak demi memperkaya jaringan oligarki.
Korupsi IUP Rudi Ong Chandra yang melibatkan mantan penyelenggara negara seperti Awang Faroek Ishak dan putrinya Donna Faroek, menurut JATAM, merupakan gambaran nyata betapa rakus dan brutalnya praktik bisnis ekstraktif di Kaltim.
“Luasan 34 ribu hektar itu berarti lebih setengah Balikpapan hilang dari peta ruang hidup rakyat, berganti menjadi lubang-lubang maut,” tegas mereka.
Lubang tambang yang ditinggalkan tanpa reklamasi telah menewaskan 49 anak. Sungai-sungai yang dulu menjadi sumber air bersih berubah keruh karena limbah tambang. Desa-desa kehilangan tanah garapan karena konsesi tambang yang masif. JATAM menekankan bahwa pencabutan IUP merupakan langkah krusial untuk memulihkan bentang alam dan ruang hidup rakyat.
“Kasus Rudi Ong Chandra hanya membuka sedikit tirai dari gelapnya praktik mafia izin ini. Di belakangnya berdiri jaringan pengusaha, kepala daerah, hingga aparat penegak hukum yang seharusnya mengawasi, tetapi justru ikut menikmati rente,” kata Jatam.
Oleh sebab itu, Jatam Kaltim mengajukan tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut penyelenggara negara melakukan proses hukum yang transparan dan akuntabel, tegas, dan tanpa kompromi;
2. Pemerintahan Prabowo–Gibran melakukan audit dan mencabut semua IUP yang terbit melalui praktik korupsi;
3. Memulihkan ruang hidup rakyat dengan menutup seluruh lubang tambang yang ditinggalkan dan mengembalikan seluruh bentang alam di Kaltim dari ekstraksi tambang;
4. Mencabut 6 izin yang terkait kasus ini sesuai Pasal 119 huruf b UU Minerba, menegaskan tanggung jawab, mengembalikan hak rakyat, dan memulihkan 34 ribu hektar lahan tambang yang telah dirusak;
5. Mendesak KPK memasukkan perhitungan kerugian sosial dan ekologis yang ditimbulkan korupsi enam IUP ini sesuai yurisprudensi hukum dan pengalaman sebelumnya dalam kasus pertambangan.
Jatam menegaskan, kasus Donna Faroek dan Rudi Ong harus menjadi momentum untuk merombak sistem perizinan tambang di Kaltim, bukan sekadar menghukum individu. Tanpa reformasi, ruang hidup rakyat akan terus menjadi korban dominasi oligarki politik dan dinasti kekuasaan.
Discussion about this post