Samarinda – Di ruang tunggu rumah sakit, antrean pasien terus mengular. Beberapa wajah tampak murung, bukan hanya karena rasa sakit yang diderita, tapi karena kepastian akan diterima atau ditolak untuk berobat kini menjadi pertaruhan tersendiri.
Di balik antrean itu, sebuah keresahan mulai tumbuh, semakin banyak penyakit yang tak lagi ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Keresahan ini turut disuarakan Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),Darlis Pattalongi.
Politikus yang akrab disapa Darlis itu menerima banyak keluhan dari masyarakat soal penolakan rumah sakit terhadap pasien BPJS. Penyebabnya bukan karena ketidaktertiban administrasi, melainkan karena penyakit yang diderita pasien tak lagi masuk dalam cakupan manfaat jaminan.
“BPJS memang ada, tapi sekarang masalahnya adalah semakin banyak penyakit yang tidak di-cover,” ungkap Darlis.
“Banyak pasien datang ke rumah sakit, tapi ditolak karena penyakitnya tidak masuk dalam cakupan BPJS. Masyarakat tidak tahu ini sebelumnya. Mereka tahunya sudah bayar iuran, seharusnya bisa berobat,” imbuhnya .
Darlis menilai kondisi ini tak adil. Di satu sisi, iuran BPJS mengalami kenaikan. Namun di sisi lain, justru akses terhadap layanan kesehatan malah makin sempit.
“Ini paradoks, nilai iuran naik, tapi layanan yang didapat semakin terbatas. Ini yang harus kita cari solusinya.” tegasnya
Baginya, kesehatan adalah hak dasar rakyat. Maka ketika rakyat yang sudah membayar iuran rutin tiba-tiba tak bisa berobat karena sistem yang berubah diam-diam, maka kepercayaan publik pada layanan kesehatan nasional bisa tergerus.
Darlis juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dan sosialisasi dari pihak BPJS jika memang ada penyesuaian layanan.
“Kalau memang ada penyesuaian, harus jelas dan transparan. Jangan sampai masyarakat baru tahu saat mereka sudah sakit dan butuh perawatan,” katanya.
“Jangan dipersempit cakupan BPJS sementara masyarakat tetap membayar iuran,” tambah Darlis. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post