SAMARINDA – Insiden longsor yang terjadi di dua titik sisi inlet Terowongan Samarinda, tepatnya di Jalan Otto Iskandardinata, menuai sorotan tajam dari DPRD Kota Samarinda. Ketua Komisi III, Deni Hakim Anwar, menilai kejadian tersebut sebagai cerminan lemahnya perencanaan teknis oleh pihak pelaksana proyek.
“Kami tidak menyalahkan pemerintah kota. Tapi dari keterangan yang kami terima, ada kealpaan kontraktor. Potensi longsor akibat endapan air seharusnya sudah terdeteksi sejak awal,” kata Deni, Rabu (23/7/2025).
Longsor dilaporkan terjadi di dua sisi. Di sebelah kiri, tanah longsor mengarah ke bawah dan mengancam kestabilan turap, sementara di sebelah kanan, longsoran besar menimbun sebagian jalur masuk ke dalam terowongan hingga memerlukan penanganan alat berat.
Menurut Deni, akar persoalan terletak pada perencanaan konstruksi yang tidak menyeluruh. Ia mendesak agar seluruh unsur pelaksana, termasuk kontraktor, perencana, dan konsultan teknik, dipanggil untuk memberi klarifikasi secara terbuka kepada publik dan DPRD.
Permasalahan ini mencuat menjelang pembahasan tambahan anggaran sebesar Rp39 miliar yang diajukan dalam APBD Perubahan untuk menanggulangi dampak longsor. Deni menekankan, pengalokasian anggaran tambahan harus dibarengi dengan pengawasan ketat serta laporan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami tidak ingin setelah anggaran ditambah, muncul lagi masalah baru. Ini bukan hanya soal efisiensi anggaran, tapi juga soal keselamatan warga,” tegasnya.
Selain isu longsor, Deni turut menyoroti progres pembangunan di sisi outlet terowongan yang saat ini diklaim telah mencapai 98 persen. Salah satu temuan yang mengemuka adalah belum terpenuhinya kebutuhan blower.
Dari total kebutuhan 10 unit blower untuk menjaga sirkulasi udara di dalam terowongan, baru dua yang terpasang. Kondisi ini dinilai rawan mengganggu sirkulasi udara, apalagi setelah panjang terowongan ditambah masing-masing 72 meter di kedua ujungnya.
Ia juga mengkritisi desain vertikal dinding terowongan yang dinilai terlalu curam, sehingga berpotensi menimbulkan risiko keselamatan di kemudian hari.
“Kami ingin tahu bukan hanya bagaimana longsor ditangani, tapi kenapa bisa terjadi. Jangan sampai perencanaan teknis setengah matang. Ini menyangkut keselamatan dan kredibilitas pembangunan,” tutup politisi Partai Gerindra tersebut. (ADV)
Discussion about this post