Inspirasa.co – Wakil Wali Kota Bontang Agus Haris menilai, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kalimantan Timur, Siti Sugianti tidak netral saat menjadi moderator peninjauan tapal batas Kampung Sidrap antara Kutai Timur dan Bontang, pada Senin (11/8/2025) lalu.
Agus Haris mengatakan, ketidaknetralan Siti Sugiarti, bisa berbuntut panjang ke 10 kabupaten dan kota di Kaltim bisa ikutan kacau.
Ketidaknetralan dalam mediasi, terlihat ketika ia tak sepenuhnya memberi ruang bicara kepada satu pun warga 7 RT Kampung Sidrap yang merupakan objek sengketa.
Siti Sugiarti malah memberi lebih banyak kesempatan pada pejabat Kutim. Bahkan sudah 3 orang yang bicara, tidak ada tanda-tanda mau dipanggil.
“Coba kemarin waktu dia jadi moderator, warga 7 RT itu enggak diberikan kesempatan bicara. Cuma 3 dusun itu saja dikasih,” kata Agus Haris kepada awak media, Selasa (12/8/2025) sore.
“Saya bisiki bu, coba tolong berlaku adil, lah. Kasih juga kesempatan itu, minimal satu warga Sidrap yang pro ke Bontang itu. Tapi dia diam saja,” jelas Agus Haris.
Dalam peninjuan lapangan di Desa Martadinata, Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud turut didampingi kepala daerah dua wilayah Bontang dan Kutim.
Pada kesempatan berdialog, perwakilan warga yang hadir di kegiatan itu dimintai keterangan satu per satu.
Namun, sebagian besar yang memberikan kesaksian justru datang dari mereka yang memiliki jabatan di pemerintahan Kutim.
Semisal kepala desa, kepala dusun atau ketua LPM Kutim.
Dari sekitar 12 warga yang dimintai keterangan, hanya ada dua perwakilan warga Kampung Sidrap yang diperkenankan bicara, yakni Ketua RT 2R Edi Setiawan dan Ketua Forum 7 RT Kampung Sidrap, Yohanes.
Mereka bicara di sesi akhir. Sisanya justru datang dari daerah lain di Kecamatan Teluk Pandan, dan yang berbicara justru pejabatanya. Padahal, objek sengketa hanya wilayah 7 RT Kampung Sidrap, bukan daerah lain.
Agus Haris mengatakan, sebagai Kabiro di Pemrov, mestinya Siti Sugiarti menjadi ibu, penengah bagi 10 kabupaten/kota di Kaltim. Bukannya membangun narasi tak baik atau membenturkan satu daerah dengan daerah lain.
“Tulis besar-besar kalau perlu. Kalau ibu itu masih duduk di struktur pemerintahan Provinsi Kaltim, ini bisa kacau seluruh kabupaten/kota, karena dia tidak netral,” kesalnya.
Ditambahkan Agus Haris, hal serupa juga terjadi saat melakukan mediasi di Jakarta. Dimana Siti Sugiarti kerap melontarkan pernyataan provokatif yang cenderung menyudutkan Bontang.
“Bayangkan itu. Mediasi di Jakarta, dia diminta sama pak gubernur bu, coba terangkan. Apa dia bilang? Ini nanti ada masalah setelah 5 tahun, ini seperti dagelan. Waduh, saya bilang bu kenapa bahasannya begitu’,” kata Agus Haris.
Penentuan lokasi mediasi pun dipertanyakan Agus Haris. Dimana objek sengketa ada di Kampung Sidrap.
Sementara lokasi mediasi dilakukan di kawasan yang tidak banyak dihuni warga 7 RT.
Wawali Agus bahkan menyebut, pihaknya baru tahu bila mediasi digelar di Desa Martadinata pukul 10 pagi, tepat di hari pelaksanaan.
“Hari H, jam 10 baru saya diberi tahu,” ungkapnya.
Usai kegiatan mediasi lalu, awak media meminta penjelasan Siti Sugiarti yang menyatakan dirinya tak punya tendensi apapun. Sebagai bagian dari Pemrov Kaltim, dia menyebut dirinya netral.
“Saya tidak punya tendensi apa-apa. Masa provinsi tidak neteal. Kita loh induknya kabupaten/kota, pasti kami netral, lah. Apapun putusan MK pasti kami hormati,” katanya ketika dimintai konfirmasi, Senin (10/8/2025) siang.
Terkait penentuan lokasi dialog, Siti Sugiarti bilang lokasinya memang di Sidrap yang membagikan undangan dialog pun Pemrov Kaltim.
Perkara lokasi mediasi digelar di kawasan yang banyak dihuni warga pro Bontang dan pro Kutim, menurutnya itu tak jadi soal. Terpenting mediasi dipusatkan di Sidrap.
“Mau di atas kawasan objek sengketa atau di bawah Desa Martadinata, gak masalah, yang penting Sidrap,” katanya.
Penulis: Fitri Wahyuningsih
Discussion about this post