Inspirasa.co – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), menjatuhkan sanksi kode etik dan menetapkan Anwar Usman diberhentikan dari Ketua MK.
Namun begitu dikatakan, Anggota MKMK Wahiduddin Adams dalam sidang, di Gedung MK, Jakarta Pusat, terkait syarat usia capres-cawapres yang telah diputuskan sebelumnya, tak mengubah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dijelaskan Wahiduddin Adams, bahwa meskipun kewenangan Majelis Kehormatan menjangkau dan mencakup segala upaya dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, namun tidak terdapat kewenangan Majelis Kehormatan untuk melakukan penilaian hukum terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi.
“Terlebih lagi turut mempersoalkan perihal keabsahan atau ketidakabsahan suatu Putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Wahiduddin, Selasa (7/11/2023).
Kata Wahiduddin Adams, MKMK tak bisa mengubahnya lantaran itu malah akan melampaui kewenangan dengan mendudukkan Majelis Kehormatan seakan memiliki superioritas legal tertentu terhadap Mahkamah Konstitusi.
Bahwa posisi Majelis Kehormatan dengan superioritas legal tertentu adap Mahkamah Konstitusi tersebut, akan sama artinya dengan Majelis Kehormatan melecehkan prinsip kemerdekaan yang melekat pada Mahkamah Konstitusi, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sekaligus melabrak sifat final dan mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi.
Wahiduddin menegaskan bahwa MKMK berpendirian menolak atau sekurang-kurangnya tidak mempertimbangkan isu dalam laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang berkaitan dengan permintaan Pelapor untuk melakukan penilaian.
“Penilaian itu berupa pembatalan, koreksi, atau meninjau kembali, terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” katanya.
“Termasuk juga dalam hal ini, Majelis Kehormatan tidak akan masuk melakukan penilaian terhadap aspek teknis yudisial Mahkamah Konstitusi in casu Hakim Konstitusi yang merupakan yang merupakan perwujudan pelaksanaan prinsip kemerdekaan hakim konstitusi,” tambah Wahiduddin dinukil dari detiknews.
Jadi kesimpulannya, MKMK menyatakan tidak berwenang menilai putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres. Diketahui, putusan itu terkait warga Indonesia yang berusia di bawah 40 tahun dapat menjadi capres atau cawapres asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu/Pilkada.
Discussion about this post