Inspirasa.co – Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menyoroti ketidakadilan mekanisme pemangkasan dana bagi hasil (DBH) pemerintah pusat terhadap daerah penghasil.
Maka itu, Neni Moerniaeni meminta keadilan fiskal bagi daerah Bontang. Pemangkasan secara sepihak ini dinilai tak adil dan berpotensi mengguncang stabilitas keuangan daerah di tahun 2026.
Neni Moerniaeni menilai pemangkasan ini bermasalah bila ditinjau berdasarkan regulasi. Dijelaskan hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) yang di dalamnya membahas soal DBH, diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 (UU HKPD).
Regulasi itu mengatur sistem hak dan kewajiban keuangan antar tingkat pemerintahan di Indonesia secara adil, transparan, dan akuntabel, untuk memperkuat desentralisasi fiskal dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
“Jelas rumus DBH adalah UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah No 1 Tahun 2022,” kata Neni kepada Kaltim Today, Senin (9/9/2025) malam.
Bila mengacu regulasi itu, tujuan DBH cukup jelas yakni memberikan keadilan fiskal antara pusat dan daerah, mengurangi ketimpangan keuangan antar daerah.
Kemudian meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dari pemanfaatan sumber daya alam atau pajak yang dihasilkan di daerah.
“DBH itu pada prinsipnya adalah hak daerah karena dihitung dari persentase penerimaan negara tertentu,” sebutnya.
Berdasar UU HKPD, maka pemangkasan DBH secara sepihak itu dilarang, kata Neni. Sebab, DBH dihitung dengan formula jelas di UU, persentase bagi hasilnya sudah ditetapkan, misalnya DBH Pajak, DBH SDA Migas, DBH Minerba.
Namun ada klausul soal penyesuaian. Misal realisasi penerimaan negara bisa lebih kecil dari target APBN, maka DBH otomatis ikut turun karena basis hitungannya mengecil.
Pemerintah pusat juga bisa melakukan penundaan penyaluran, jika ada masalau, tapi bukan pemotongan hak.
“Seyogyanya DBH tidak dapat dipotong, karena pembagian nya diatur menurut undang-undang HKPD, yang sangat jelas prosentasenya,” tegasnya.
Pemerintah pusat bakal memangkas DBH yang dialokasikan ke daerah, termasuk DBH migas untuk Kalimantan Timur, dan dana transfer daerah secara keseluruhan untuk tahun anggaran 2026.
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di daerah, khususnya daerah yang bergantung dari DBH seperti Bontang, sebab ini terkait kemampuan pembiayaan operasional dan untuk mendanai berbagai program pemerintah daerah.
Sebagai informasi di tahun 2025 ini besaran DBH Kota Bontang mencapai Rp 1,2 triliun. Alokasi DBH 2026 yang diterima menurun sebesar Rp290 miliar.
Begitupun dengan dana alokasi umum (DAU) Kota Bontang di tahun 2025 Rp274 miliar, menurun di tahun 2026 sebesar Rp229 miliar.
Penulis: Fitri Wahyuningsih
Discussion about this post