Inspirasa.co – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) meminta eksekutif dan legeslatif mengevaluasi kembali pasal pasal karet yang masih terdapat di dalam draft final rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Dimana dalam draft final RUU KUHP yang beredar luas di berbagai media tidak menunjukan adanya perubahan yang siginifikan terutama terkait pasal pasal karet yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers di tanah air.
Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan melalui siaran pers pada Minggu 17 Juli 2022 mengatakan, padahal IJTI dan komunitas pers di tanah air jauh jauh hari sudah menyampaikan masukan baik secara formal maupun informal kepada lembaga eksekutif maupun legeslatif agar pasa-pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers ditiadakan.
Disebutkan, jika RUU KUHP ini tetap dipaksakan untuk disahkan menjadi undang-undang maka akan menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers yang tengah tumbuh dan berkembang di tanah air. Karena RUU KUHP ini akan bertabrakan dengan Undangan – Udangan No 40 tahun 1999 tentang Pers yang memiliki semangat menjaga kemerdekaan pers serta menjamin dan melindungi kerja-kerja jurnalis.
Sejumlah Pasal-pasal yang mengancam kemerdekaan pers dan tetap dicantumkan dalam draft final RUU KUHP adalah sebagai berikut:
1. Pasal 219 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
2. Pasal 241 tentang Penghinaan terhadap Pemerintah.
3. Pasal 247 tentang Hasutan Melawan Penguasa.
4. Pasal 263 tentang Penyiaran Berita Bohong.
5. Pasal 264 tentang Berita Tidak Pasti.
6. Pasal 280 (ayat b dan c) tentang Gangguan dan Penyesaatan Proses Peradilan.
7. Pasal 303 tentang Penghinaan terhadap Agama.
8. Pasal 437, Pasal 440 tentang Penghinaan, Pencemaran/Penghinaan.
9. Pasal 443 tentang Pencemaran Orang Mati.
10. Pasal 447 tentang Pembukaan Rahasia.
Menyikapi hal tersebut Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia meminta pemerintah dan DPR berkomitmen menjaga serta menjamin kemerdekaan pers di tanah air. IJTI juga menolak pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang sampai pasal karet yang mengancam kemerdekaan pers dicabut.
Selain itu, IJTI meminta Presiden Jokowi tidak menandatangani RKUHP karena bertentangan dengan kebebasan pers di tanah air. Dan meminta DPR tidak memaksakan diri untuk mengesahkan RKUHP dalam waktu dekat ini.
IJTI menilai RKUHP rawan digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengkriminalisasi jurnalis dan pers. Karenanya, IJTI bersama komunitas pers di bawah naungan Dewan Pers siap membantu pemerintah maupun DPR merumuskan kembali pasal pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers baik dari sisi subtansi maupun redaksional, sehingga pasal tersebut tidak bertentangan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Discussion about this post