Inspirasa.co – Masih tingginya angka stunting di Indonesia menjadi perhatian semua pihak. Seperti diketahui dari data Kementerian Kesehatan dan BKKBN, angka kasus stunting di 2022 21,6 persen, turun dibandingkan 2021 pada angka 24,4 persen.
Tak terkecuali di Kota Bontang, dimana angka stunting meningkat dari 19 persen menjadi 22 persen di tahun 2022.
Pemerintah menargetkan pada 2024, angka stunting di Tanah Air bisa turun menjadi 14 persen.
Dr. dr. H. Andy Sofyan Hasdam, Sp.S bersama dr. Neni Moerniaeni Sp.OG turut menyoroti masih tingginya angka stunting saat ini.
Dikatakan dr. Hj. Neni Moerniaeni Sp.OG, stunting ini masih menjadi persoalan yang perlu menjadi perhatian semua pihak.
Menurutnya, risiko stunting ini bisa membuat bangsa Indonesia kehilangan generasi masa depan (lost generation).
“Tingginya angka stunting bisa menyebabkan hilangnya generasi masa depan atau (lost generation) ,” ujarnya.
Dr. dr. Andy Sofyan Hasdam, Sp.S mengatakan, stunting ini masalah yang cukup serius. Data terakhir angka stunting ini masih terbilang tinggi.
“Artinya hampir seperempat jumlah balita mengalami stunting,” jelasnya.
Dijelaskan Dr. dr. Andy Sofyan Hasdam, stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang.
Ciri anak yang mengidap kelainan ini, yaitu panjang atau tinggi badannya kurang dari standar, atau kurang dari tinggi anak-anak sebayanya.
Menurut Dr. dr. Andy Sofyan Hasdam, terjadinya stunting pada anak sebetulnya bukan hanya saat dia lahir. Tetapi stunting itu dimulai ketika anak di dalam kandungan. Sampai bayi itu berusia 2 tahun, itulah yang di sebut priode emas.
Olehnya salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya stunting pada anak, ada 2 pendekatan yang perlu dilakukan.
Pertama, bagaimana orang tua mendapatkan penyuluhan, dikarenakan ada orang tua yang sebetulnya tidak kekurangan finansial, tetapi anaknya mengalami stunting. Namun ada juga yang orang tuanya, memang kekurangan finansial sehingga tidak bisa berbuat apa-apa.
Kedua, melakukan pendekatan dengan pemberian asupan gizi kesehatan dan memperhatikan faktor lingkungan.
Karena terjadinya stunting, selain karena faktor gizi juga dipengaruhi oleh lingkungan. Tidak adanya sanitasi yang layak dan lain sebagainya.
“Jadi ini perlu pendekatan multi sektor untuk menangani persoalan stunting ini,” jelasnya.
Sementara itu, dr. Hj. Neni Moerniaeni Sp.OG mengatakan, bukan hanya pendekatan multi sektor, tetapi juga perlunya komitmen dari pemerintah untuk menurunkan angka stunting.
“Karena stunting ini adalah hal yang tentunya menjadi pekerjaan rumah (PR) buat kita semua,” ungkapnya.
Ditambahkan, Dr. dr. Andy Sofyan Hasdam, ancaman dari angka stunting, selain gangguan pada fisik juga akan mempengaruhi perkembangan otak anak. Sehingga, itulah yang disebut dengan generasi yang hilang.
“Bayangkan saja jika ada 1 generasi yang dilahirkan dengan kondisi seperti itu, kemudian juga kecerdasaannya yang rendah, sehingga masa depan bangsa kita ini akan sangat terganggu,” terangnya.
“Masa depan bangsa ini tergantung pada bagaimana kondisi kesehatan anak-anak balita yang ada sekarang,” pungkasnya. *(Aris).
Discussion about this post