Inspirasa.co – Penerimaan gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi yang dapat diancam hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Namun, penerimaan gratifikasi dapat tidak dianggap sebagai perbuatan pidana apabila penerimaan tersebut dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi diterima, sebagaimana tertuang dalam Pasal 12 C UU Tipikor.
Lantas, bagaimana cara melaporkan gratifikasi tersebut?
Cara melaporkan gratifikasi
Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK), setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK, dengan tata cara:
Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
Formulir sebagaimana dimaksud, sekurang-kurangnya memuat:
– Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;
– Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara;
– Tempat dan waktu penerima gratifikasi.
– Uraian jenis gratifikasi yang diterima;
– dan Nilai gratifikasi yang diterima.
Formulir Pelapor Gratifikasi dapat diperoleh di kantor KPK.
Kendati demikian, berdasarkan booklet Mengenal Gratifikasi yang dirilis KPK, ada beberapa bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan ke KPK, yakni
– Pemberian dari keluarga, yakni kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/anak menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak ipar/adik ipar, sepupu/keponakan. Gratifikasi dari pihak-pihak tersebut boleh diterima dengan syarat tidak memiliki benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima;
– Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp 1.000.000.
– Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, ulang tahun ataupun perayaan lainnya yang lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja. Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya pemberian voucher belanja, pulsa, cek atau giro. Nilai pemberian paling banyak Rp 300.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama;
– Pemberian sesama pegawai dengan batasan paling banyak Rp 200.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama. Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya voucher belanja, pulsa, cek atau giro.
– Hidangan atau sajian yang berlaku umum;
– Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi tidak terkait kedinasan;
– Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum;
– Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi Pegawai Negeri yang berlaku umum;
– Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum;
– Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau,
– Diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi pegawai;
Sedangkan, di bawah ini adalah contoh-contoh Pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi dan mesti dilaporkan ke KPK:
– Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu.
– Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut – Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma.
– Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan
– Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat.
– Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
– Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja.
– Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
– Seluruh pemberian tersebut diatas, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, apalbila ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dan dengan pejabat yang menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat tersebut.
Gratifikasi tersebut dapat dilaporkan langsung ke kantor KPK atau melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di masing-masing instansi.
Selain itu, gratifikasi juga dapat dilaporkan melalui e-mail ke pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id, faksimili ke 021-5289-2459, dan situs gol.kpk.go.id.
Proses di KPK
Berdasarkan Pasal 17 UU KPK, KPK memiliki waktu paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal laporan diterima untuk menetapkan status kepemilikan gratifikasi disertai pertimbangan.
KPK dapat menetapkan status kepemilikan bagi penerima gratifikasi atau menjadi milik negara.
Ada sejumlah hal yang dilakukan KPK sebelum menetapkan status gratifikasi yaitu verifikasi kelengkapan, analisis dan penetapan status, serta permintaan data dan keterangan.
KPK pun dapat memanggil penerima gratifikasi untuk memberikan keterangan berkaitan dengan penerimaan gratifikasi.
Setelah ditetapkan, KPK wajib menyerahkan keputusan status kepemilikan gratifikasi kepada penerima gratifikasi paling lambat 7 hari kerja sejak tanggal ditetapkan.
Barang gratifikasi yang telah dilaporkan tersebut dapat dimiliki oleh pelapor dengan cara menggantinya dengan uang senilai barang tersebut, berikut caranya:
– Pelapor menyampaikan keinginannya untuk memiliki barang gratifikasi dengan sejumlah uang ketika dilakukan proses klarifikasi dan verifikasi
– Pelapor menyerahkan barang gratifikasi kepada KPK untuk keperluan penaksiran.
– KPK memproses laporan dan nilai barang.
– KPK mengeluarkan SK gratifikasi milik negara yang dapat diganti dengan sejumlah uang.
– Pelapor menyetorkan uang pengganti kepada KPK dan memperoleh barang gratifikasi yang dimaksud.
Ancaman sanksi
Seperti disampaikan di atas, ada ancaman pidana yang dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi tetapi tidak melaporkannya ke KPK.
Pasal 12 B UU Tipikor menyatakan, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi dapat dihukum minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Berita ini manyadur dari Kompas.com.
Discussion about this post