SAMARINDA – Janji Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk memberikan kuliah gratis bagi mahasiswa daerah atau dikenal dengan istilah gratis pol, dipastikan tetap berjalan. Namun, pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kapasitas fiskal serta dasar hukum yang berlaku.
Penegasan itu disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, yang menyebut bahwa program tersebut merupakan komitmen langsung dari Gubernur Kaltim kepada masyarakat.
“Gratis pol itu janji kepada daerah dan rakyat. Jadi, kalau ditanyakan apakah jadi? Ya, jadi,” ujarnya.
Meski demikian, politisi Golkar itu mengingatkan bahwa pelaksanaan program tidak bisa sembarangan, mengingat keterbatasan kewenangan daerah dalam membiayai pendidikan tinggi. Menurutnya, Pemprov harus berhitung secara realistis berdasarkan kemampuan keuangan daerah (kapasitas fiskal) dan menyesuaikannya dengan aturan perundang-undangan.
“Kita harus hitung dulu kapasitas fiskal kita, apakah uang yang tersedia cukup atau tidak. Dan secara regulasi, pemerintah provinsi tidak punya kewenangan penuh untuk membiayai kuliah. Itu ranah pemerintah pusat,” jelasnya.
Ia mencontohkan Papua sebagai satu-satunya provinsi yang secara resmi memiliki program kuliah gratis penuh melalui dana Otonomi Khusus (OTSUS), yang didukung langsung oleh pemerintah pusat.
“Kalau di Papua itu sah karena OTSUS. Tapi kita di provinsi umum, kewenangan pendidikan kita hanya sampai tingkat SMA/SMK,” tambahnya.
Sarkowi menegaskan, meskipun ada keterbatasan hukum, janji politik yang telah disampaikan tetap harus dijalankan dengan penyesuaian.
“Gubernur sudah janji, otomatis secara regulasi harus ada penyesuaian. Singkatnya, program ini pasti tetap dilaksanakan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pelaksanaan gratis kuliah saat ini difokuskan pada mahasiswa baru. Sedangkan mahasiswa aktif lainnya diperkirakan akan mulai menerima bantuan pada tahun 2026.
“Sekarang baru mahasiswa baru dulu yang mendapatkan, sisanya baru menyusul,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya validasi perguruan tinggi yang menjadi mitra program ini. Tidak semua kampus bisa diikutsertakan, khususnya yang memiliki status hukum tidak jelas.
“Harus resmi dan legal. Banyak kampus yang ‘hukum-hukum’, kalau semua dibolehkan ikut, tentu tidak sanggup kita biayai,” pungkasnya. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post