Samarinda – Kasus sengketa tanah yang terus bermunculan di Kota Tepian mendapat sorotan tajam dari Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra. Ia menilai, lemahnya sistem administrasi dan pengarsipan di tingkat kelurahan maupun kecamatan menjadi akar persoalan yang menyebabkan banyaknya tumpang tindih lahan.
“Sejak kami dilantik hingga sekarang, hampir setiap hari ada laporan warga terkait masalah tanah. Sebagian besar disebabkan oleh lemahnya sistem administrasi dan tumpang tindih dokumen kepemilikan,” ujar Samri, Senin (27/10/2025).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan, proses penerbitan surat tanah di tingkat bawah sering kali dilakukan tanpa verifikasi lapangan yang memadai. Akibatnya, satu bidang tanah bisa diklaim lebih dari satu pihak.
“Masyarakat kini mudah mendapatkan surat tanpa investigasi mendalam apakah lahan itu sudah dimiliki orang lain atau belum. Akhirnya, persoalan baru muncul belasan tahun kemudian,” terangnya.
Terkait perbedaan data antara Kelurahan Sungai Kapih dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda, Samri menilai perlu dilakukan evaluasi bersama. Berdasarkan laporan warga, terdapat sekitar 1.000 berkas yang belum diproses, sedangkan data BPN menyebut hanya 114 bidang tanah yang bermasalah karena alasan hak tidak jelas, patok batas hilang, atau tumpang tindih.
“Bahkan ada sertifikat yang sebenarnya sudah terbit, tapi belum diambil karena warga tidak tahu. Ada juga yang diurus melalui pihak ketiga, namun informasinya tidak tersampaikan,” jelasnya.
Samri menegaskan, DPRD tidak memiliki kewenangan untuk ikut campur dalam proses hukum yang tengah berjalan. Namun, lembaga legislatif memiliki tanggung jawab moral untuk mengawasi agar penanganan kasus berjalan transparan dan adil.
“Kalau masih ada sengketa, tentu harus diselesaikan dulu. DPRD tidak bisa mengeluarkan rekomendasi apapun sebelum ada kejelasan hukum, karena nanti justru DPRD yang akan disalahkan,” tegasnya.
Untuk mencegah masalah serupa terulang, Komisi I DPRD Samarinda berencana merekomendasikan kepada Pemerintah Kota agar memperkuat sistem administrasi pertanahan di tingkat kelurahan dan kecamatan.
“Ini harus menjadi evaluasi serius agar pencatatan pertanahan lebih tertib dan terintegrasi. Kalau administrasi di bawah sudah rapi, potensi sengketa tanah bisa ditekan,” pungkasnya.

















Discussion about this post