Inspirasa.co – Kebakaran yang terjadi di salah satu gedung pemerintah di Kota Bontang kembali menyoroti lemahnya kesiapsiagaan instansi dalam mengelola risiko keselamatan bangunan. Insiden yang menimpa Gedung Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dispopar) pada 23 Mei 2025 lalu menjadi peringatan penting bahwa sistem proteksi kebakaran di lingkungan pemerintahan masih menghadapi banyak celah.
Peristiwa bermula saat api diduga muncul dari panel listrik atau trafo di lantai satu gedung. Tim pemadam kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkartan) bersama unsur terkait berhasil memadamkan kobaran api dalam waktu sekitar 30 menit. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.
Namun, ditemukan fakta bahwa seluruh alat pemadam api ringan (APAR) di gedung tersebut sedang dikumpulkan dalam satu ruangan untuk proses pengisian ulang. Akibatnya, tidak ada APAR yang tersedia saat api mulai membesar. Sejumlah pegawai hanya mampu menggunakan tanah dari pot tanaman untuk menahan kobaran sementara menunggu petugas pemadam tiba.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa sistem proteksi kebakaran di gedung pemerintahan belum berjalan optimal. Selain soal kelayakan instalasi listrik, pemeliharaan berkala serta kesiapan pegawai menghadapi keadaan darurat juga menjadi persoalan yang perlu diperbaiki.
Aturan Sudah Jelas, Implementasi Masih Lemah
Pemerintah sebenarnya telah memiliki rujukan teknis sistem keselamatan bangunan. Di antaranya:
Permen PUPR No. 26/PRT/M/2008 tentang Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, serta
Permen PUPR No. 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Manajemen Proteksi Kebakaran Perkotaan.
Di tingkat daerah, Perda Kota Bontang No. 4 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung juga menjadi landasan hukum yang mengatur kelayakan, keamanan, dan keselamatan fasilitas bangunan, termasuk gedung pemerintah.
Namun, penerapannya disebut masih kurang merata. Tidak semua kantor pemerintahan dilengkapi sarana proteksi aktif seperti hidran, sprinkler, alarm kebakaran, maupun jalur evakuasi yang jelas. Pelatihan dan simulasi siaga bencana bagi aparatur sipil negara (ASN) pun belum diadakan secara rutin dan terukur.
Sejumlah upaya yang perlu segera dilakukan Pemerintah Kota Bontang antara lain:
1. Melakukan audit menyeluruh terhadap instalasi listrik, sistem proteksi kebakaran, dan jalur evakuasi di seluruh gedung pemerintahan.
2. Menyusun dan menerapkan SOP Tanggap Darurat yang jelas di tiap organisasi perangkat daerah (OPD).
3. Menggelar pelatihan dan simulasi evakuasi rutin bagi seluruh ASN.
4. Menegakkan aturan dan sanksi bagi gedung yang tidak memenuhi standar keselamatan.
5. Memperkuat koordinasi antara BPBD, Damkartan, Kominfo, dan OPD dalam penanganan keadaan darurat, termasuk optimalisasi layanan panggilan darurat 112.
Keamanan Bangunan Menyangkut Kepercayaan Publik
Keselamatan gedung pemerintahan bukan hanya terkait aset dan dokumen, tetapi menyangkut perlindungan terhadap pegawai dan keberlanjutan pelayanan publik. Jika pemerintah dapat memastikan bahwa seluruh fasilitasnya berada pada standar keamanan yang memadai, maka kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah akan semakin kuat.
Sebaliknya, apabila persiapan dasar seperti pemeliharaan APAR, kesiapan instalasi listrik, hingga SOP evakuasi masih diabaikan, maka risiko kebakaran pada masa mendatang akan tetap mengancam.
Bontang sebagai kota yang terus berkembang memiliki kewajiban moral dan administratif untuk memastikan keselamatan bangunan publik. Insiden di Dispopar menjadi pengingat bahwa pencegahan jauh lebih penting daripada penanganan, dan kesiapsiagaan adalah kunci utama perlindungan layanan publik.
Penulis : Sadryani M. Said, Mahasiswa Magister Administrasi Publik Universitas Mulawarman
















Discussion about this post