Inspirasa.co – Demokrasi kita terluka oleh fakta meningginya angka golput atau pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Serentak 2024.
Data yang dirilis oleh LSI Denny JA rata-rata golput di 7 provinsi terbesar Indonesia yakni Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan pada Pilkada 2024 adalah 37,63 persen.
Jika dibandingkan dengan Pilkada sebelumnya (Pilkada 2019), terjadi kenaikan rata-rata angka golput sebesar 6,23 persen.
Analisis positif mengkaitkan rendahnya angka partisipasi pemilih dengan kelelahan atau kebosanan setelah dinamika tahun politik yang panjang pada Pemilu Legislatif dan Presiden 2024 lalu.
Namun patut diduga tingginya angka golput dalam Pilkada Serentak 2024 juga berkaitan dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah pada para calon yang berkontestasi.
Masyarakat tak yakin seberapa besar para pemimpin daerah terpilih akan merubah kehidupan mereka.
Masyarakat sesungguhnya juga sudah jenggah dengan tren yang terjadi paska regim pemilu langsung dalam pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah secara langsung memunculkan tren politik dinasti. Hampir merata di tiap-tiap daerah tumbuhnya ‘Keluarga Berkuasa’.
Bahkan tren politik dinasti ini kemudian menjadi virus yang menular hingga tingkat kepemimpinan nasional. Joko Widodo yang memulai karir sebagai Walikota Surakarta, membawa tren ‘Keluarga Berkuasa’ ke tingkat nasional.
Lingkaran keluarga yang diperluas hingga lembaga penegak hukum dan konstitusi, memungkin putranya duduk sebagai Wakil Presiden lewat ‘Mahkamah Keluarga’.
Fakta menguatnya Politik Dinasti ini terkuak lewat penelusuran yang dilakukan oleh Indonesia Coruption Watch. ICW juga menemukan 33 dari 37 provinsi terafiliasi dengan dinasti politik.
Menguatnya politik dinasti ternyata menjadi salah satu faktor penyumbang peningkatan angka korupsi. Kekuasaan yang dikelola oleh sekelompok orang dekat membuat kolusi dan nepotisme meninggi.
Masyarakat muak dengan tingkah dan polah ‘Keluarga Berkuasa’ dan lingkaran pejabat yang dekat dengannya yang kerap menunjukkan cara dan pola hidup bermewah-mewah.
Pemilu yang disebut sebagai pesta demokrasi, ternyata merupakan pestanya kelompok kecil yang kemudian kehidupannya berubah drastis, sementara masyarakat tetap menderita dan hanya dihibur dengan bantuan-bantuan yang diambil dari pendapatan negara dan daerah.
Cita-cita pemerintahan yang bersih semakin jauh. Data dari ICW menunjukkan sedikitnya 138 kandidat dalam Pilkada 2024 diduga terkait kasus korupsi.
Jumlah tersebut tersebar dari calon Gubernur & Wakil Gubernur, Walikota & Wakil Walikota, serta Bupati & Wakil Bupati. Para kandidat yang terkait kasus korupsi meliputi tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, terlapor, dan yang disebut dalam persidangan.
Tak heran jika dalam periode 2004 hingga 2024 sebanyak 196 kepala daerah dicokok oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk memperingati Hari Anti Korupsi 2024, Komite HAM Dalam 30 Hari akan mengadakan Aksi Cosplay yang akan menampilkan persona yang mewakili 7 institusi, lembaga dan aparatur pemerintahan atau negara yang paling rajin korupsi di Indonesia.
Ketujuh instansi yang akan diimpersonate adalah Presiden beserta mentri, Polisi, Pembisnis, Advokat, kepala daerah, pejabat pemerintah, anggota DPR dan DPD.
Aksi ini akan dilaksanakan di depan kantor Gubernur pada hari Senin, 9 Desember 2024 Jam 08.00-10.00 Wita.
Komite HAM Dalam 30 Hari memandang penting aksi peringatan Hari Anti Korupsi ini karena perilaku koruptif bukan hanya merusak sendi demokrasi dan pemerintahan yang bersih, tetapi juga merusak masa depan bangsa.
Masa depan bangsa dipertaruhkan karena ongkos politik yang makin meninggi. Dimana dalam kandidasi dan kontestasi pemilu pihak yang terlibat harus mengumpulkan biaya politik yang sulit dipenuhi lewat cara-cara legal.
Biaya politik kemudian kerap bersumber dari ‘Ekonomi Undeground’, aktivitas ekonomi yang kental dengan perlindungan aparat penegak hukum.
Salah satu fenomena ‘Ekonomi Underground’ adalah maraknya pertambangan ilegal setiap menjelang kontestasi pemilu. Yang disebut tambang ilegal bukan hanya tambang tak berijin namun juga tambang yang ijinnya dikeluarkan dengan cara yang tidak benar, seperti melalui penyuapan atau gratifikasi.
Lewat aksi ini Komite HAM Dalam 30 Hari mengajak masyarakat untuk melakukan mosi tidak percaya terhadap ketujuh institusi yang paling rajin korupsi ini jika mulai saat ini tidak menunjukkan niat untuk membersihkan dirinya sendiri dari perilaku koruptif.
Karena korupsi demokrasi terluka dan masa depan bersama kita menjadi suram. Korupsi yang telah menjadi kanker stadium akhir ini membuat semua inisiatif pemulihan lingkungan, pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau dan mitigasi perubahan iklim menjadi solusi omong kosong belaka.
Bahkan patut diduga solusi ini menjadi ladang korupsi baru yang bersembunyi dibalik narasi menyelamatkan masa depan umat manusia sedunia.
Komite HAM Dalam 30 Hari adalah komite yang beranggotakan:
1. Sambaliung Corner,
2. SIAR (Simpul Advokasi Rakyat)
3. KBAM (Kelompok Belajar Anak Muda)
4. Aksi Kamisan Kaltim
5. Tarekat Menulis Samarinda
6. HMPS FKIP Unmul
7. Perempuan Mahardika Samarinda
8. XR Bunga Terung Kaltim
9. BEM KM Unmul
10. BEM Fisip Unmul
11. Satgas PPKS Unmul
12. HMPS FEB Unmul
13. Pusat Penelitian Hak Asasi Manusia dan Miltikulturalisme Tropis
Discussion about this post