Samarinda – Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi, mengultimatum Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda untuk menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan di Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) sebelum 7 Mei 2025. Pernyataan ini disampaikan usai rapat dengar pendapat yang mempertemukan Komisi IV dengan perwakilan pegawai rumah sakit tersebut pada awal Mei 2025 di Samarinda.
Dalam pernyataannya, Darlis menekankan empat poin utama yang wajib ditindaklanjuti tanpa kompromi. Pertama, seluruh tunggakan gaji yang belum dibayarkan harus segera dilunasi. Kedua, hak-hak mantan pegawai—baik yang diberhentikan maupun yang mengundurkan diri—harus ditunaikan secara penuh. Ketiga, sistem manajemen tertutup di RSHD harus dirombak menjadi transparan, agar setiap pegawai memahami hak, kewajiban, serta struktur kerja mereka.
“Selama ini, karyawan bekerja seperti berjalan dalam kabut. Tak tahu apa hak dan kewajibannya,” ujar Darlis kepada wartawan usai pertemuan.
Keempat, yang dianggap paling mendesak, adalah penyesuaian gaji karyawan dengan Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda sebesar Rp3,7 juta lebih. Menurut Darlis, banyak pegawai RSHD saat ini hanya menerima gaji pokok sekitar Rp3 juta, dan hanya mendekati UMK melalui tambahan lembur. Padahal, jelas Darlis, UMK harus dihitung dari pendapatan tetap.
“UMK itu dihitung dari pendapatan tetap, bukan dari lembur,” tegasnya lagi.
Yang membuat situasi ini makin disorot publik adalah pernyataan Darlis bahwa akar masalah bukan pada ketersediaan dana, melainkan buruknya manajemen internal rumah sakit. RSHD disebut selalu ramai pasien, sehingga arus pendapatan dinilai stabil.
“RSHD selalu ramai pasien. Jadi ini bukan soal uang. Ini soal manajemen yang amburadul,” katanya mengkritik keras sistem pengelolaan rumah sakit.
Komisi IV mendesak Dinas Tenaga Kerja Samarinda dan bahkan meminta intervensi dari Disnaker Provinsi Kalimantan Timur jika perbaikan tak kunjung dilakukan. Jika tidak, DPRD memperingatkan adanya potensi sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satunya, keterlambatan gaji bisa dikenai denda 2,5% dari total gaji pokok per bulan. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post