Inspirasa.co – Tuntutan pekerja supir truk yang tergabung di Persatuan Leveransir Bahan Bangunan (PLBB) Kota Bontang, agar diberdayakan oleh PT Pupuk Kaltim masih terus bergulir, hingga saat ini. Persoalan itu berlanjut di meja rapat anggota legislator Bontang. Selasa (26/4/2022).
Komisi I DPRD Bontang kembali menggelar rapat terkait tuntutan Persatuan Leveransir Bahan Bangunan (PLBB) Kota Bontang, agar memberdayakan supir truk lokal dalam pengerjaan proyek di wilayah PT Pupuk Kaltim.
Adapun, tuntutan ini dilayangkan kepada Perusahaan PT Pupuk Kaltim selaku pemilik utama dari salah satu aktivitas penimbunan di wilayah industri Kaltim Industrial Estate (KIE), yang dilaksanakan PT Wijaya Karya (WIKA) dan sub-kontraktor PT Brantas serta PT Kaltim Adiguna Dermaga (KAD).
Rapat yang digelar, dipimpin oleh Anggota Komisi I DPRD Bontang Abdul Haris rupanya berlangsung alot dan tak juga menghasilkan titik temu.
Sekretaris PLBB, Limbong Luddin merasa kecewa lantaran dalam pengerjaan proyek timbunan yang sudah mulai berjalan, supir truk lokal yang tergabung di PLBB justru belum diberdayakan hingga saat ini.
Padahal sebelumnya, pihaknya bersama sub-kontraktor PT Brantas selaku pelaksana proyek dari PT WIKA telah bertemu membahas soal kerjasama tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada kontrak kerjasama, sementara proyek sudah berjalan, pihak perusahaan justru mempekerjakan truk dari luar.
“Kami sudah beberapa kali mengadakan pertemuan tapi sampai saat ini belum ada kontrak kerjasama soal pemberdayaan truk lokal yang tergabung di PLBB ini,” ujarnya dalam rapat, Selasa (26/4/2022).
Menanggapi hal itu pimpinan PT Brantas Supardi mengklaim, pihaknya telah melakukan kerjasama dengan PLBB.
Katanya, karena kuota kebutuhan material sering tidak dipenuhi oleh PLBB. Pihaknya pun menambah kuota menggunakan jasa truk lain dari luar.
Adapun kebutuhan material yang dibutuhkan PT Brantas sebanyak 100 unit dump truck (dt) perhari, sementara pihak PLBB hanya mampu memenuhi kuota 30 sampai 40 dt per hari.
“Kita sudah lakukan kerjasama langsung ke ketuanya sendiri sama pak Ical, tapi ternyata kuota yang kita minta sering tidak dipenuhi. Sementara pihak perusahaan kan kejar target apalagi ini progres pertama. PT WIKA minta kuota harus dipenuhi sebesar 3.500 per kubik per bulan,” Bebernya.
Supardi pun menilai persoalan ini hanyalah masalah miskomunikasi antara pengurus PLBB sendiri.
“Jadi saya fikir ini miskomunikasi saja. Karena soal kerjasama saya sudah kordinasi langsung ke Ketuanya sendiri dari PLBB. Beliau sudah mengiyakan bergabung pada PT Brantas dan bahkan sudah disiarkan di group PLBB katanya,” timpalnya.
Polemik Harga Ritase
Selain itu, polemik lain yang juga turut di bahas adalah soal harga ritase (Jumlah Keseluruhan rit yang dapat ditempuh) sebesar Rp 35 ribu per kilometer yang ditetapkan PT KAD sebagai sub-kontraktor dalam pengerjaan proyek penimbunan di wilayah PT KIE dianggap terlalu rendah.
Pihaknya pun sudah beberapa kali melakukan pertemuan bersama pihak PT KAD dengan mengajukan penawaran sebesar Rp 60 ribu perkilometer, tapi di tolak PT KAD.
Bahkan, pengajuan penawaran harga kedua sebesar Rp 40 ribu juga di tolak olah PT KAD. Oleh sebabnya hingga saat ini truk tenaga lokal dari PLBB belum juga dipekerjakan di PT KAD. Karena belum ada titik temu soal kesepakatan harga ritasi per kilometernya.
“Kalau 35 ribu kami dapat apa, belum harga solar kita tidak pakai yang subsidi. Kami hanya minta naikkan Rp 5 ribu masa pihak perusahaan tidak bisa, justru pakai jasa truk dari luar ” ungkap Limbong.
Harga Ritase Sudah Ketentuan Perusahaan
Sementara pihak PT KAD, Mujianto menanggapi persoalan tersebut. Menurutnya, soal harga tersebut sudah menjadi ketentuan dari pihak perusahaan dan tidak dapat dirubah lagi.
“Ini sudah ketentuan dari perusahaan. Kalau harga kami sudah tidak bisa diganggu gugat lagi pak, kami telah sepakati bahwa harga tetap diangka Rp 35 ribu perkilometer,”ujarnya.
Komisi I DPRD Minta PT KAD Gunakan Standar Harga Maksimal
Menanggapi itu, Anggota Komisi I DPRD Bontang Abdul Haris meminta PT KAD menggunakan standar harga maksimal sesuai permintaan PLBB dengan standar harga Rp 40 ribu.
Selain itu, ia meminta PLBB dan perusahaan untuk bertemu kembali paling lambat pada tanggal 13 Mei 2022, terkait kesepakatan harga. Dan berharap PT KAD bisa memberdayakan para supir lokal Bontang.
“Saya minta PT KAD menaikkan Rp 5 ribu perkilometernya sehingga harga Rp 35 ribu yang diinginkan PT KAD naik jadi Rp 40 ribu sesuai keinginan PLBB,” pintanya.
Persoalan Harga Ditanggapi Dinas Ketenagakerjaan
Ditempat yang sama, masalah ini turut di komentari Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Bontang Abdu Safa Muha. Menurutnya, pembahasan kesepakatan soal harga itu sangat riskan. Bahkan tidak boleh ada campur tangan pemerintah maupun DPRD hanya sebagai pihak mediator.
“Kalau soal harga itu kesepakatan antara perusahaan pemberi kerja dan pekerja jadi tidak ada aturannya dewan menetapkan harga. Kalau kita mengacu pada aturan tidak ada standar harga yang ditetapkan di Bontang,” bebernya.
Adapun pihak manajeman PT Pupuk Kaltim yang hadir pada rapat tersebut enggan berbicara saat hendak diwawancarai awak media yang meliput.
Discussion about this post