Inspirasa.co– Draf final RKUHP versi 9 November yang terdiri dari 627 pasal, diketahui terdapat sejumlah perubahan, termasuk penghapusan 5 pasal.
Lima pasal yang dihapus adalah pasal soal advokat curang, dan pasal soal praktik dokter atau dokter gigi.
Selain itu, pasal soal penggelandangan, pasal soal unggas dan ternak, serta pasal soal tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup.
Sementara pasal-pasal dalam RKUHP yang direformulasi, di antaranya penambahan kata “kepercayaan” di pasal-pasal yang mengatur mengenai “agama”.
Lalu ubah frasa “pemerintah yang sah” menjadi “pemerintah”, serta ubah penjelasan Pasal 278 mengenai penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
Dengan begitu, pasal-pasal lain di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak mengalami perubahan, termasuk mengenai penghinaan terhadap kekuasaan dan lembaga negara.
BAB IX mengenai tindak pidana terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara ini pun mengancam masyarakat yang menghina penguasa, seperti anggota DPR, Polisi, Jaksa, hingga Wali Kota/Bupati.
Bagi masyarakat yang menghina DPR, Polisi, Jaksa, hingga Wali Kota/Bupati ini, bisa mendapat ancaman hukuman penjara hingga 18 bulan penjara.
Dalam pasal 351 ayat (1) menyebut, setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp10 juta).
Sementara dalam Pasal 351 ayat (2) menerangkan, dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).
Sedangkan dalam ayat (3) disebutkan bahwa Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Selain secara langsung, masyarakat juga bisa dipenjara selama 2 tahun jika menyebarkan penghinaan itu di media sosial.
Pasal 352 ayat (1) juga menerangkan, Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).
Sama dengan pasal sebelumnya, Tindak Pidana ini hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.
Sementara pada bagian penjelasan, dijelaskan mengenai penghinaan DPR, Jaksa, Polisi, hingga Wali Kota menurut Pasal 351 ayat (1).
Diterangkan, ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini.
Adapun yang dimaksud dengan “kekuasaan umum atau lembaga negara” antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, atau pemerintah daerah.
Adapun, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menyerahkan draf final RKUHP ini ke DPR pada Rabu, 9 November 2022.
Discussion about this post