Samarinda – Dalam tiga bulan terakhir, dua insiden kapal menabrak pilar Jembatan Mahakam I kembali mengetuk kesadaran publik akan amburadulnya tata kelola lalu lintas air di Sungai Mahakam. M. Husni Fahruddin, Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, menyatakan rentetan kejadian ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan sinyal kuat bahwa perlu ada regulasi daerah yang mengatur keselamatan dan pendapatan daerah.
Husni Fahruddin menyoroti bahwa selama ini kapal-kapal pengangkut batubara dan kayu – hasil kekayaan alam Kaltim – hilir mudik tanpa memberikan kontribusi nyata kepada kas daerah.
“Gak ada PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang didapat,” ujar Husni.
Menurutnya, alur sungai sepenuhnya dikelola pemerintah pusat lewat KSOP dan Pelindo, sementara Kalimantan Timur hanya menjadi penonton.
Lebih lanjut, Husni Fahruddin mengungkapkan bahwa dua tabrakan dalam kurun waktu singkat membuktikan lemahnya pengawasan kemaritiman.
“Hasil alam diambil, alur sungai dikelola pusat. Kaltim dapat apa?” tandas Husni,
Ia pun mengkritik minimnya koordinasi antara lembaga pusat dan kebutuhan daerah.
Menindaklanjuti kondisi ini, Husni Fahruddin mendorong DPRD Kaltim untuk menggulirkan wacana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) Tata Kelola Sungai Mahakam. Dengan regulasi daerah, Husni yakin potensi PAD dari pelayaran bisa dipungut langsung oleh pemerintah provinsi, sehingga pembangunan infrastruktur dan keselamatan warga bisa lebih masif.
Tidak hanya regulasi, Husni juga mengajak Pemprov Kaltim untuk segera mengajukan surat ke Kementerian Perhubungan, membahas pelimpahan kewenangan pengelolaan alur sungai dan keamanan navigasi Jembatan Mahakam I.
“Kalau bisa dikelola daerah saja, bukan hanya keselamatan terjamin, tetapi potensi PAD juga bisa optimal,” jelas Husni Fahruddin. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post