Inspirasa.co: JAKARTA – Kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat semakin pelik. Pihak terlapor berinisial RI dan EO berencana melaporkan balik pelapor MS, karena telah menyebarkan identitas terlapor.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisaksi Jakarta, Abdul Fickar Hadjar menilai keliru keputusan yang dibuat oleh pihak terlapor. Sebab, tindakan dari pelapor merupakan hak konstitusi warga negara.
“Laporan baliknya tidak proporsional dan mengada-ada, karena yang dilakukan korban adalah menempuh proses hukum yang benar,” kata Fickar saat dihubungi JawaPos.com, Selasa (7/9).
Atas dasar itu, dia meminta kepada kepolisian agar tidak menerima laporan dari terlapor tersebut. “Ya tidak meneruskan karena prematur, perbuatannya belum ada,” jelasnya.
Lebih lanjut Fickar mengatakan, laporan balik bisa dilakukan oleh terlapor apabila laporan polisi yang dibuat oleh MS sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht. Apabila pengadilan telah menyatakan para terlapor tidak bersalah, maka mereka bisa mengadukan MS.
“Terlapor baru dapat mengadukan ulang jika proses di pengadilan telah menyatakan tidak terbukti, baru bisa lapor balik,” pungkasnya.
Sebelumnya, terlapor atau terduga pelaku perundungan dan pelecehan seksual yang merupakan karyawan KPI berencana melaporkan balik korban MS akibat identitas pribadi mereka disebar melalui rilis atau pesan berantai di aplikasi perpesanan.
Kuasa Hukum terlapor RT dan EO, Tegar Putuhena, mengatakan rilis pers tersebut berisi identitas pribadi para terlapor atau nama jelas yang mengakibatkan “cyber bullying” baik terhadap terlapor maupun keluarga mereka.
“Yang terjadi ‘cyber bullying’ baik kepada klien kami, maupun keluarga dan anak. Itu sudah keterlaluan menurut kami. Kami berpikir dan akan menimbang secara serius untuk melakukan pelaporan balik terhadap si pelapor,” kata Tegar seperti dilansir dari Antara, Selasa (7/9).
Tegar menjelaskan bahwa ketiga terlapor lainnya, melalui kuasa hukum masing-masing, telah mempertimbangkan pelaporan tersebut dan mempelajari unsur-unsur pidananya.
Ia menilai bahwa rilis yang disebar di sejumlah grup media pada Rabu (1/9) itu telah membuka identitas pribadi yang membuat pelapor dapat dipidanakan karena melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). (JabarEkspres.com).
Discussion about this post