Samarinda – Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, H. Salehuddin, S.Sos, S.Fil, M.AP, turut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemilu nasional dan pemilu daerah dipisah dengan jeda waktu paling lama dua tahun enam bulan.
Salehuddin menyebut bahwa Fraksi Golkar DPRD Kaltim sudah sempat membahas putusan tersebut dalam diskusi bersama Sekjen DPP Partai Golkar dan Fraksi Golkar DPR RI.
“Kami Fraksi Golkar beberapa waktu lalu memang berdiskusi langsung dengan Sekjen DPP Golkar dan Fraksi Golkar DPR RI membahas putusan MK ini,” ujarnya.
Menurutnya, yang perlu dicermati adalah konsekuensi setelah keluarnya putusan tersebut. Salehuddin mempertanyakan bagaimana sikap publik dan elite politik terhadap MK sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki kewenangan final dan mengikat dalam memutus perkara hukum.
“Yang jadi pertanyaan pertama, apakah kita masih percaya MK sebagai salah satu instrumen tinggi negara yang berhak memutus permasalahan hukum. Kalau kita percaya, artinya amar putusan MK itu bersifat final dan harus kita tindaklanjuti,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika putusan itu diakui, maka perlu ada tindak lanjut dalam bentuk perubahan aturan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi revisi pada perundang-undangan pemilu, bahkan mungkin berdampak pada UUD 1945 jika dianggap relevan.
“Tinggal bagaimana pemerintah pusat, terutama Kementerian Hukum dan HAM bersama DPR RI yang punya kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan, bisa menafsirkan dan membuat aturan teknis turunan dari putusan itu. Walaupun di masyarakat sendiri pasti ada pro kontra,” tambahnya.
Untuk diketahui, pada Kamis, 26 Juni 2025, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pemilu nasional — yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, dan Anggota DPD — harus dipisah dari pemilu tingkat daerah yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota.
MK menetapkan bahwa pemilu daerah dilaksanakan serentak dengan jeda paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional. Putusan ini diambil setelah mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), yang meminta agar pemilu nasional dan pemilu lokal tidak lagi digabung pada hari pemungutan suara yang sama.
Dengan putusan MK ini, terbuka peluang Pilkada serentak berikutnya digelar pada 2031, atau sekitar dua tahun setelah Pemilu Nasional 2029. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post