Samarinda — Di tengah geliat industri di Kalimantan Timur, persoalan ketenagakerjaan dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) kembali mencuat ke permukaan. Agusriansyah Ridwan, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, menyoroti masih banyaknya perusahaan yang abai terhadap kewajiban Upah Minimum Regional (UMR) dan menyalurkan dana CSR hanya untuk proyek-proyek fisik, tanpa menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
Ia menyatakan pihaknya tengah melakukan verifikasi serta identifikasi perusahaan-perusahaan yang belum patuh terhadap aturan ketenagakerjaan.
“Kami sedang mengumpulkan data UMR, dan ini tidak bisa ditangani hanya oleh Komisi IV. Diperlukan sinergi lintas komisi agar pengawasan berjalan efektif,” tegas Agusriansyah.
Lebih jauh, ia mengungkapkan hasil kajian awal menunjukkan sekitar 70 persen dana CSR di Kalimantan Timur lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Padahal, menurutnya, dana tersebut seharusnya bisa lebih fokus pada pelayanan sosial, kesehatan, dan pendidikan, yang dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.
“Selama ini CSR hanya dijadikan formalitas oleh sebagian perusahaan. Padahal, ada peluang besar untuk menjadikan dana itu sebagai alat memperbaiki kualitas hidup masyarakat,” jelas Agusriansyah.
Ia menilai, jika dana CSR lebih difokuskan ke layanan dasar, maka ketimpangan sosial di wilayah penghasil tambang dan industri ini bisa ditekan.
Sebagai langkah lanjut, DPRD Kaltim berencana melakukan kajian ulang terhadap Peraturan Daerah tentang CSR, dengan mendorong pergeseran kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat. Agusriansyah memastikan, DPRD Kaltim tidak akan tinggal diam dalam memastikan perusahaan beroperasi sesuai aturan.
“Kami ingin memastikan, CSR dan UMR bukan sekadar jargon, tapi benar-benar jadi kewajiban yang dijalankan,” pungkasnya. (Adv/DPRD Kaltim)
Discussion about this post