Inspirasa.co – Minimnya pengawasan dalam pendistribusian minyak goreng curah bagi masyarakat, disebut Anggota Komisi II DPRD Bontang, Baktiar Wakkang, menjadi salah satu penyebab harga minyak goreng semakin meroket dan tidak terkontrol.
Menurutnya, pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (Diskop-UKMP) sebagai leading sektor urusan perekonomian, sudah semestinya turut berperan aktif dalam proses distribusi minyak goreng di Bontang.
“Saya liat ini kerjasama antara agen minyak dengan PT Energi Unggul Persada sifatnya “autopilot”. Harusnya pemerintah hadir disitu untuk melakukan pengawasan. Kalau begini ujung-ujungnya warga Bontang sendiri yang menjadi korban,” ujarnya saat rapar bersama PT EUP; Diskop-UKMP, dan dua distributor minyak goreng di Bontang, CV Fatih Arsipratama dan PT Setia Ciptaloka, Senin (21/5/2023).
Selain itu, BW sapaan akrabnya menyarankan beberapa usulan yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah distribusi minyak goreng curah. Yang pertama mendesak direksi PT EUP untuk hadir dan memberi klarifikasi secara langsung tanpa perwakilan staf biasa yang tak punya kewenangan mengambil keputusan.
Kedua, mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus), yang bertugas untuk melakukan investigasi soal distribusi minyak, dan persoalan lain yang ada di PT EUP, seperti masalah lingkungan, ketenagakerjaan, dan rusaknya jalan.
Terakhir, melakukan rapat internal antara Pimpinan DPRD, Komisi II dan Wali Kota Bontang, untuk mencari solusi soal distribusi minyak goreng curah, agar harganya bisa tetap terkontrol.
“Karena ironis memang, pabrik pengelolaan minyak goreng ada di Bontang tapi masyarakatnya sendiri kesulitan dapat minyak goreng dan harganya yang mahal. Tidak sesuai dengan Sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada keadilan bagi warga Bontang kalau begini kondisinya,” timpalnya.
Pasalnya, diketahui dalam RDP tersebut terkuak beberapa masalah yang diduga menjadi menjadi penyebab pendistribusian minyak goreng curah terkendala, diantaranya, adanya dugaan permainan harga minyak goreng, yang mana harga jual satu distributor dan distributor lain berbeda. Kedua, dugaan distribusi minyak dari pabrik ke distributor yang kurang hingga tiga persen. Ketiga, dugaan keterlibatan mafia minyak. Hingga penjualan minyak goreng curah yang melambung di atas HET, yang mana per Februari 2023 Kemendag menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter. Namun di Bontang harganya melambung menjadi Rp 20 Ribu.
Sementara itu, distributor minyak goreng di Bontang Direktur PT Setia Cipta Loka Eko Yulianto mengatakan, terpaksa menaikkan harga jual minyak goreng lantaran harga yang Ia dapat dari PT EUP juga melambung tinggi.
“Sebelumnya kami dapat harga Domestic Market Obligation (DMO) RP 11.700, tapi bulan Mei 2023 kami dikasih harga Rp 14.300, tentu itu sangat mengejutkan kami dan mau tidak mau kami juga naikkan harga jualnya. Dan kami menduga ada ekspor yanh dilakukan PT EUP, sehingga kebutuhan di Bontang jadi tidak terpenuhi,” terangnya.
Menanggapi hal itu, PT EUP yang diwakili staf legal mereka, Endy mengaku tidak bisa berbicara banyak dan mengambil keputusan terkait persoalan tersebut. Namun dia menegaskan bahwa, perusahaan tidak bisa ekspor minyak bila kuota 20 persen untuk distributor dalam negeri belum terpenuhi. Pun Ia memastikan kuota 20 persen itu sudah terpenuhi mengingat aktivitas mereka dipantau langsung Kemendag.
“Kewajiban DMO (Domestic Market Obligation) 20 persen, benar. Kalau DMO terpenuhi, baru bisa ekspor. Itu selalu dipantau Kementerian Perdagangan,” terangnya.
Discussion about this post